You don't have javascript enabled. Good luck with that.

For a better view,
please rotate your phone

Perkuat Sistem Penangkal Banjir

Ika Agustin Ningrum
Plt Kepala DInas SDA DKI Jakarta
Sabtu, 08 Februari 2025 | 385

Jakarta terus menghadapi tantangan banjir yang kompleks akibat faktor alam dan kondisi lingkungan perkotaan. Memiliki topografi rendah serta sistem sungai yang menerima aliran air dari daerah hulu, risiko banjir semakin menghantui Jakarta seiring perubahan iklim, urbanisasi dan penurunan muka tanah.

Guna mengatasi persoalan ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah menerapkan berbagai strategi mitigasi dan penanganan banjir yang terintegrasi mulai dari pembangunan infrastruktur pengendali banjir, operasional pompa hingga kerja sama dengan berbagai instansi terkait.

Untuk mengetahui lebih dalam terkait langkah apa saja yang dilakukan dalam menangani banjir di Jakarta? Berikut petikan wawancara khusus beritajakarta.id dengan Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta, Ika Agustin Ningrum. 

Q:Apa penyebab utama banjir di Jakarta menurut data dan analisis Dinas SDA?
A:Banjir di Jakarta dapat disebabkan oleh beberapa faktor utama. Salah satunya kiriman air dari hulu saat hulu kali atau sungai yang melintasi Jakarta dilanda hujan sangat lebat dan bahkan ekstrem. Maka dalam beberapa jam, air tersebut akan segera mengalir. Air dalam volume besar itu kemudian mengalir ke Jakarta, melebihi kapasitas sungai dan saluran air yang ada, sehingga memicu banjir. Hujan lokal dalam intensitas tinggi yang turun dalam waktu singkat juga dapat memicu genangan. Ketika curah hujan yang datang melebihi kapasitas sistem drainase di suatu kawasan, air akan menggenang dan berpotensi menimbulkan banjir. Selain itu banjir rob di wilayah pesisir juga menjadi ancaman akibat naiknya permukaan air laut, terutama saat fenomena bulan purnama. Kondisi ini semakin parah jika kawasan pesisir berada di bawah tinggi muka air laut, sehingga rentan terhadap genangan air laut yang masuk ke daratan.
Q:Apa strategi Dinas SDA dalam menangani banjir di Jakarta?
A:Berbagai upaya telah dilakukan Dinas SDA dalam menangani banjir di Jakarta. Di antaranya dengan mengerahkan satuan tugas (satgas), operasional pompa stasioner dan pompa mobile hingga pompa apung. Pompa stasioner berfungsi membantu mengalirkan air yang tidak dapat mengalir secara gravitasi. Hal ini karena sebagian wilayah DKI Jakarta mengalami penurunan muka tanah. Sedangkan pompa mobile berfungsi untuk mempercepat penanganan genangan yang terjadi di jalan besar, pemukiman maupun area yang tidak terdapat pompa stasioner. Dengan adanya pompa mobile ini diharapkan genangan yang terjadi di suatu lokasi bisa cepat tertangani. Dinas SDA bersama instansi terkait serta perangkat wilayah setempat juga bergerak membantu masyarakat di titik-titik terdampak.
Q:Berapa anggaran yang dialokasikan untuk penanganan banjir di Jakarta?
A:Pada 2025, Dinas Sumber Daya Air mengalokasikan anggaran Rp3,9 triliun untuk pengendalian banjir. Anggaran ini mencakup pembangunan polder, tanggul kali serta embung sekaligus mendukung program pemerintah pusat dalam pembangunan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) dan normalisasi Kali Ciliwung. Dana ini juga digunakan untuk peningkatan, operasional dan pemeliharaan pompa serta infrastruktur pengendali banjir lainnya.
Q:Bagaimana Dinas SDA bekerja sama dengan instansi lain seperti BPBD dalam penanganan banjir?
A:Saat terjadi genangan, Dinas SDA bekerja sama dengan BPBD dalam upaya evakuasi dan penanganan warga terdampak banjir. Di samping itu, BPBD juga melaksanakan operasi modifikasi cuaca saat potensi hujan ekstrem terdeteksi yang bertujuan mengurangi intensitas curah hujan dan membantu mengendalikan risiko banjir.
Q:Seberapa besar peran perubahan iklim dan peningkatan curah hujan dalam menyebabkan banjir di Jakarta?
A:Perubahan iklim meningkatkan risiko banjir di Jakarta. Sebab, perubahan iklim memicu curah hujan ekstrem, kenaikan muka air laut dan penurunan muka tanah. Data menunjukkan curah hujan harian maksimal terus meningkat, mencapai 377 milimeter pada 2020 dan 368 milimeter pada 2025. Angka ini jauh melampaui kapasitas drainase yang ada, dikarenakan rata-rata kapasitas saluran makro di Jakarta di desain untuk curah hujan 150 milimeter per hari dan saluran mikro 100 milimeter per hari. Sehingga ketika curah hujan yang tinggi, bahkan ekstrem (di atas 150 milimeter per hari) membuat kapasitas sistem drainase di Jakarta tidak cukup untuk menampung air yang masuk dan sangat berpotensi terjadi banjir atau genangan.
Q:Apa faktor lain yang mempengaruhi banjir di Jakarta selain kondisi drainase, penggunaan lahan dan lainnya?
A:Kenaikan muka air laut serta turunnya permukaan tanah juga dapat meningkatkan risiko terjadinya banjir, utamanya banjir rob di pesisir Jakarta. Merespons hal ini, Dinas Sumber Daya Air terus berupaya mengatasi tantangan ini dengan meningkatkan ketahanan Jakarta terhadap perubahan iklim.
Q:Bagaimana sistem penanganan banjir yang ada di Jakarta, termasuk sistem drainase, bendungan dan pompa?
A:Saat pra banjir kita lakukan berbagai upaya seperti pengurasan dan pengerukan saluran, kali dan waduk atau embung, perawatan pompa stasioner dan pompa mobile. Ketika banjir, kita operasionalkan pompa pengendali banjir, penempatan pompa mobile di titik rawan banjir, penempatan satgas atau pasukan biru di titik genangan, komando penanganan banjir dan penanggulangan limpasan sesegera mungkin. Pasca banjir, kita operasionalkan pompa pengendali banjir, kerja sama lintas perangkat daerah seperti dengan Dinas Gulkarmat untuk pembersihan lokasi banjir, BPBD untuk penanggulangan masyarakat terdampak banjir serta perangkat daerah lainnya. Untuk evaluasi kejadian dan penanganan genangan atau banjir, Dinas SDA juga telah membentuk sistem polder, yakni suatu cara penanganan banjir dengan kelengkapan bangunan sarana fisik meliputi saluran drainase, kolam retensi dan pompa air yang dikendalikan sebagai satu kesatuan pengelolaan. Dengan sistem polder, maka lokasi rawan banjir akan dibatasi dengan jelas, sehingga elevasi muka air, debit dan volume air yang harus dikeluarkan dari sistem dapat dikendalikan.
Q:Apa teknologi dan inovasi yang digunakan dalam penanganan banjir di Jakarta?
A:Dalam menangani banjir, Dinas SDA menerapkan berbagai teknologi dan inovasi untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim. Penerapan ini mencakup SCADA untuk pemantauan dan pengendalian sistem pompa secara otomatis, pengembangan permodelan banjir untuk membantu analisa dan Early Warning System serta penerapan Nature-Based Solutions (NBS) dalam pembangunan waduk, situ atau embung di Jakarta.
Q:Bagaimana Dinas SDA DKI Jakarta memantau dan mengawasi kondisi banjir di Jakarta?
A:Dinas Sumber Daya Air memantau kondisi banjir secara real-time melalui command center yang beroperasi 24/7 serta lebih dari 500 CCTV yang dipasang di titik rawan genangan dan infrastruktur pengendali banjir. Selain itu, pemantauan juga dilakukan melalui laporan pasukan biru yang tersebar di seluruh Jakarta, aplikasi JAKI dan berbagai kanal media sosial untuk memastikan respons cepat dalam penanganan banjir.
Q:Apa saja langkah mitigasi yang telah diterapkan Dinas SDA dalam mengurangi risiko banjir?
A:Dinas SDA telah membangun 47 waduk, situ dan embung di berbagai lokasi di Jakarta sebagai tempat tampungan sementara untuk mengurangi limpasan air. Dalam sistem polder, dari target 70 polder sesuai masterplan, 52 polder di antaranya telah terbangun dan berfungsi membantu wilayah yang di mana air kesulitan untuk mengalir secara gravitasi. Sementara itu, untuk sistem drainase, kita terus melakukan pembangunan serta pemeliharaan saluran utama dan saluran pendukung guna memastikan aliran air tetap lancar dan mengurangi risiko genangan. Selain pembangunan infrastruktur, Dinas SDA juga mengendalikan banjir melalui pengerukan sedimen di sungai, waduk, situ dan embung dengan mengerahkan 260 unit alat berat dan 460 unit dump truck. Saat banjir terjadi, kita menyiagakan lebih dari 7.000 pasukan biru, mengoperasikan 599 unit pompa stasioner di 204 lokasi serta mengerahkan 573 unit pompa mobile di titik rawan genangan. Selain itu, 800 pintu air dioperasikan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk mengatur aliran air dan mencegah luapan. Dari total pompa stasioner, 165 unit di antaranya berada di Jakarta Utara dengan kapasitas 313,03 meter kubik per detik. Secara keseluruhan, kapasitas total pompa stasioner di Jakarta mencapai 640,64 meter kubik per detik, membantu mempercepat penyurutan genangan dan mengurangi dampak banjir.
Q:Seperti apa karakteristik wilayah yang masuk kategori rawan banjir?
A:Wilayah yang masuk kategori rawan banjir umumnya memiliki karakteristik berada di cekungan, memiliki topografi rendah, terletak di bantaran sungai, mempunyai sistem drainase yang kurang optimal atau berada di daerah pesisir yang mengalami penurunan muka tanah.
Q:Apa hal yang bisa dilakukan masyarakat untuk mengurangi dampak banjir di Jakarta?
A:Warga dapat mengurangi dampak banjir di Jakarta dengan menjaga kebersihan saluran dan sungai di sekitar, contohnya dengan tidak membuang sampah sembarangan. Dengan menjaga kebersihan saluran dan sungai, warga turut membantu menjaga kapasitas optimal sistem drainase serta mengurangi risiko kerusakan pompa dan infrastruktur pengendali banjir yang diakibatkan oleh sampah.