Cingkrik Goning Memukul Zaman
Oleh :
Folmer
Minggu, 05 Mei 2024 | 2970
For a better view,
please rotate your phone
Folmer
Minggu, 05 Mei 2024 | 2970
Matahari baru naik sepenggalan mengiringi tetesan peluh membasahi bersama hentakan pukulan, tendangan, tebasan hingga tangkisan pendekar-pendekar Silat Cingkrik Goning.
Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Pandawa di Jalan Kedoya Azalea, Kelurahan Kedoya Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat menjadi saksi bisu para pesilat Cingkrik Goning melakukan olah rasa, olah pikiran, dan olah tubuh.
Ya, para pesilat dari berbagai lapisan usia ini nampak tekun berlatih, pukulan, tendangan hingga tangkisan yang serasa mampu membelokkan arah angin berhembus.
Cingkrik Goning menjadi kearifan lokal di Jakarta yang diperkenalkan tokoh silat masyhur asli Betawi, Ainin bin Urim atau akrab disapa Kong Goning yang lahir pada tahun 1895.
Salah seorang cicit Kong Goning, Tirta Supriyadi menuturkan, kakek buyutnya menimba ilmu kepada KH Kilin yang tinggal di Batu Ceper, Tangerang, Banten.
Masa-masa perjuangan melawan penjajah membuatnya terpanggil untuk mengajarkan ilmu bela diri yang dikuasainya kepada masyarakat luas. Tak heran, Kong Goning sampai harus keluar masuk kampung, terutama di kawasan yang saat ini dikenal Kebon Jeruk, Kapuk Cengkareng, Kebayoran, Kemayoran, Mangga Dua hingga Tanjung Priok.
Seiring perjalanan waktu, kehebatan pria kelahiran Kedoya Kampung Pejuangan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat ini semakin diakui. Bahkan, oleh para jawara di tanah Betawi saat itu.
Meski Indonesia telah merdeka di tahun 1945, Kong Goning terus mengajarkan ilmu bela diri yang dikuasainya. Berkat ketekunannya dan budaya tertanam dalam kultur masyarakat Betawi harus bisa silat dan taat beragama, Cingkrik Goning berkembang pesat.
Secara umum, Silat Cingkrik Goning memiliki 12 jurus yakni Keset Gedor, Keset Bacok, Cingkrik, Langkah Tiga, Langkah Empat, Buka Satu, Saup, Macam, Tiktuk, Singa, Lokbe, dan Longok. Kemudian, ada tuga jurus Sambut yakni, Sambut Tujuh Muka, Sambut Gulung, dan Sambut Detik atau Sambut Tutup.
"Umumnya jurus-jurus dalam Cingkrik Goning identik dengan gerakan kera yang sering melompat atau jingkrik," ujar Tirta, beberapa waktu lalu.
Gerakan Silat Cingkrik Goning memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan aliran silat lainnya dengan pola sangat unik. Saat menjalankan satu jurus yang dimulai dari satu titik, belum tentu berakhir kembali di posisi awal, seperti halnya seekor kera melompat.
Selain itu, Cingkrik Goning lebih banyak memiliki jurus menangkis pukulan untuk membuat jera lawan dan balik menyerang saat kondisi sudah terancam.
Dalam aliran Cingkrik, ada dua yang cukup tersohor dan lestari hingga saat ini. Keduanya yakni, Cingkrik Goning dan Cingkrik Sinan.
Meski sama-sama Cingkrik, Sinan dan Goning memiliki perbedaan dalam langkah dan gerakan. Jurus Cingkrik Goning lebih memiliki langkah dan gerakan yang melebar.
Begitu pula dengan rentangan kuda-kuda maupun tangan yang lebih lebar dibanding silat Cingkrik Sinan. Gerakan Silat Cingkrik Goning gerakannya lebih fokus pada gerakan yang lincah, mengandalkan kelenturan dan kecepatan dibandingkan ilmu kontak.
Untuk itu, dalam Silat Cingkrik Goning memiliki prinsip dalam hitungan kesatu sudah harus bisa membuat lawan tumbang. Sehingga, gerakan aliran Silat Cingkrik Goning tidak mengenal gerakan mengunci lama-lama, tapi lebih kepada gerakan mengunci lalu langsung menyerang.
"Untuk menguasai Silat Cingkrik Goning membutuhkan waktu paling lama tujuh tahun dengan tingkatan sabuk yang paling tinggi atau sabuk merah," Tirta menambahkan.
Sebagai keturunan Kong Goning, Tirta bertekad untuk terus melestarikan Silat Cingkrik Goning, khususnya kepada generasi muda agar tak lekang di makan zaman.
Bahkan, Pengurus Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Kota Jakarta Barat ini sejak tahun 2011 bersama keturunan Kong Goning lainnya sudah membuat wadah resmi berbadan hukum yang diakui Kementerian Hukum dan HAM RI serta menyusun materi pelatihan Silat Cingkrik Goning.
Hingga saat ini telah berhasil dibuka beberapa tempat latihan yang terbuka untuk usia anak, dewasa hingga orang tua.
Sejumlah tempat latihan tersebut di antaranya, RPTRA Pandawa Kedoya setiap hari Kamis pukul 19.30-20.30 WIB dan Sabtu pada pukul 06.30-09.00 WIB.
Kemudian, RPTRA Manunggal, Kelurahan Meruya Selatan tiap hari Sabtu, pukul 15.30-17.00 WIB; SMPN 134 Meruya Ilir; dan Kampus Institut Sains dan Teknologi Al Kamal, Kedoya, Jakarta Barat.
Pria kelahiran, 5 Oktober 1982 yang sudah memiliki dua orang anak ini menyampaikan, bagi yang ingin belajar Silat Cingkrik Goning bisa datang langsung ke lokasi latihan atau berkomunikasi melalui WhatsApp di nomor 08816139175.
"Meski engkong sudah wafat di tahun 1975 pada usia 80 tahun, kami bertekad untuk terus melestarikan Silat Cingkrik Goning," ucap Tirta, anak kedua dari pasangan Muhammad Sidik bin Kosim dan Titin bin Sulaeman.
Ia berharap, semakin banyak masyarakat, khususnya anak-anak dan pelajar yang mau belajar Silat Cingkrik Goning. Terlebih, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memberikan kekhususan untuk masuk sekolah atau perguruan tinggi negeri melalui jalur prestasi.
Adanya Undang Undang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang sudah memuat frase pentingnya pemajuan kebudayaan Betawi dan Dana Abadi Kebudayaan juga diharapkan semakin banyak memberikan ruang dan dukungan untuk kelestarian Silat Cingkrik Goning.
Tirta, yang sejak usia dini, tepatnya saat di bangku sekolah dasar sudah belajar Silat Cingkrik Goning langsung dari Baba Ali, salah satu cucu yang belajar langsung kepada Kong Goning berkeinginan agar silat-silat tradisi Betawi bisa menjadi muatan lokal di sekolah-sekolah agar tak senja di ujung peradaban.
"Silat saat ini sudah mendunia. Banyak atlet-atlet silat Indonesia mampu meraih juara di kompetisi internasional. Saya ingin lebih banyak atlet silat dari Jakarta yang mampu meraih prestasi," pungkas Tirta yang saat ini tercatat sebagai dosen di Institut Sains dan Teknologi Al Kamal, Jakarta Barat.