Cerita Tanah Betawi
Oleh :
Aldi Geri Lumban Tobing
Minggu, 23 Juni 2024 | 2623
For a better view,
please rotate your phone
Aldi Geri Lumban Tobing
Minggu, 23 Juni 2024 | 2623
Takdir tak dapat aku pungkiri
Terserah Tuhan Khalikul Bahri
Hanya kerjaku sepanjang hari
Merangkai madah di sanubari
Begitulah penggalan lirik Lagu Ronggeng Betawi. Tanah Betawi yang masyhur dengan sejarah panjang, menjadi tujuan masyarakat seantero negeri untuk mencari kerja agar bisa sejahtera. Yuk, kita ketahui lebih jauh perjalanan panjang Tanah Betawi.
Kerajaan Salakanegara
Pernah dengar Kerajaan Salakanagara? Memang terdengar asing. Menurut karya sastra berjudul Pusaka Rajya-Rajya I Bhumi Nusantara 1.1 (PRBN 1.1), Kerajaan Salakanagara disebut sebagai kerajaan tertua di nusantara, terutama di Pulau Jawa.
Berdiri antara 130 sampai 362 Masehi, Kerajaan Salakanagara diyakini sebagai leluhur suku Sunda. Pasalnya, wilayah Kerajaan Salakanagara sama persis dengan peradaban Sunda berkembang.
Wilayah kekuasaan Kerajaan Salakanagara meliputi daerah Jawa bagian barat, termasuk pulau yang terletak di sebelah barat Pulau Jawa. Kerajaan Salakanagara disebut sebagai cikal bakal orang Betawi karena pada awalnya wilayah Jakarta saat ini dan sekitarnya termasuk dalam wilayah Kerajaan Salakanagara.
Eksistensi suku Betawi setelah adanya akulturasi budaya, adat istiadat, tradisi dan bahasa yang pada akhirnya memunculkan sebuah komunitas besar yang dinamakan Betawi. Sehingga, dapat dikatakan penduduk asli Betawi adalah rakyat dari Kerajaan Salakanagara.
Budayawan Betawi, Yahya Andi Saputra sepakat dengan yang tertuang dalam PRBN 1.1 yang menyatakan Kerajaan Salakanagara merupakan kerajaan tertua di nusantara. Yahya menjelaskan, PRBN 1.1 merupakan naskah yang disusun satu tim di bawah pimpinan Pangeran Wangsakerta. Dalam naskah disebutkan, karya tersebut merupakan hasil Gotrasawala (Seminar) yang diselenggarakan di Cirebon dengan mengundang tim peneliti.
"Buku ini terbit dari adanya kongres yang dihadiri para ahli sejarah dan utusan kerajaan besar dan kecil di nusantara," ujarnya, beberapa waktu lalu.
Menurut Yahya yang menjabat Wakil Ketua Bidang Pelestarian dan Pengembangan Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB), buku Rintisan Penelusuran Masa Silam: Sejarah Jawa Barat yang ditulis Saleh Danasasmita dan diterbitkan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat saat itu juga mengutip dari buku tersebut.
"Tertua itu Salakanagara, barulah kemudian di Kalimantan ada Kutai Kartanegara dan di Jawa muncul Kerajaan Tarumanegara. Ini berdasarkan kongres yang melahirkan pustaka tersebut. Menurut saya, kongres yang diselenggarakan oleh Pangeran Wangsakerta ini paling lengkap, ahli sejarah berkumpul melahirkan buku besar itu," terangnya.
Sementara itu, Ketua Badan Musyawarah Suku (Bamus) Betawi 1982, Zainuddin atau akrab disapa Haji Oding menyampaikan, beberapa ahli sejarah seperti Hiena, Willem dan Uka Tjandraningrat dalam bukunya mengatakan bahwa penduduk asli Jakarta yang sekarang disebut Betawi dengan budaya dan adat istiadatnya sudah ada sejak 3.000 tahun lampau.
“Artinya, suku Betawi bukan berasal dari kawin-mawin, tetapi telah ada dan menetap di Tanah Jakarta sejak dulu kala. Pendiri Kerajaan Salakanegara adalah Ki Luhur Mulia atau dikenal dengan julukan Aki Tirem yang tinggal di tepian Sungai Tirem, salah satu nama sungai di Jakarta. Jadi bukan hanya Sunda, Suku Betawi meyakini bahwa Aki Tirem merupakan leluhur orang Betawi," ungkapnya.
Jakarta Era Kolonialisme
Riwayat panjang kota Jakarta penuh dengan cerita dan berliku. Jakarta semula merupakan kota pelabuhan bernama Sunda Kelapa. Pada masa itu, Sunda Kelapa merupakan pelabuhan penting yang merupakan pusat perdagangan rempah-rempah di Nusantara dan aktivitas maritim di wilayah sekitarnya.
Pasukan Kerajaan Demak-Cirebon yang dipimpin Fatahillah atau Faletehan berhasil mengusir Portugis yang ingin menguasai sumber daya alam di Sunda Kelapa pada 22 Juni 1527. Setelah merebut Sunda Kelapa, Fatahillah mengubah nama kota tersebut menjadi Jayakarta, yang berarti kota kemenangan.
Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai hari lahir Kota Jakarta sebagaimana tertuang dalam keputusan DPR kota sementara No. 6/D/K/1956 yang menetapkan 22 Juni diperingati sebagai HUT Jakarta.
Sejak saat itu, Jayakarta berkembang menjadi pusat perdagangan dengan mobilitas tinggi yang ramai dengan pedagang dari berbagai wilayah, termasuk dari Eropa, Asia, dan Timur Tengah.
Namun, Kejayaan Jayakarta tidak berlangsung lama karena perusahaan Belanda yang tergabung dalam Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) berhasil menguasai kota ini dengan armada besar yang dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen (JP Coen) pada tahun 1619.
Awalnya, JP Coen ingin menamakan pusat pemerintahannya dengan nama Nieuwe Hollandia. Akan tetapi, dewan pimpinan VOC memutuskan mengganti nama Jayakarta menjadi ‘Batavia’ untuk mengenang Suku Batavier, nenek moyang bangsa Belanda, melalui kesepakatan De Heeren Zeventien (Dewan 17) pada 4 Maret 1621.
Batavia akhirnya selesai dibangun tahun 1650 dan menjadi tempat tinggal bangsa Eropa. Sementara bangsa China, Jawa dan penduduk asli lainnya dipinggirkan ke tempat lain. Berdasarkan catatan sejarah, nama Batavia bertahan hingga tiga abad lebih.
Adapun kawasan yang didiami bangsa Eropa hanya sekadar Menteng, Medan Merdeka, Gambir hanya seputaran itu saja, tidak semua. Bahkan, di Kebon Sirih masih ada penduduk aslinya. Kawasan Betawi dalam peta jaman Belanda itu, bagian timur itu sampai Sungai Citarum dan sisi baratnya sampai Mauk. Kemudian, bagian Selatan sampai kaki Gunung Salak. Makanya Cilebut, Citayem, Pondok Cina itu masih kawasan Betawi.
"Oleh kolonial Belanda dikecilin kayak sekarang, ada petanya di Museum Nasional," beber Haji Oding.
Pada perkembangannya penduduk etnis asli setempat disebut dengan nama Betawi. Suku Betawi terlahir karena adanya percampuran genetik atau akulturasi budaya antara masyarakat yang mendiami Batavia.
"Meski tidak diketahui pasti sejak kapan sebutan Betawi ini, namun secara etimologis diduga bahwa kata Betawi berasal dari kata Batavia. Penyebutan itulah lambat laun dikenal istilah Betawi untuk menyebut penduduk Batavia," ucapnya.
Sementara itu, Budayawan Betawi Yahya Andi Saputra menyatakan manusia Betawi telah ada sejak abad ke-5 sebelum Masehi. Ini ditandai dengan berakhirnya kekuasaan Tarumanegara di tangan kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. Meski belum ada penamaan Suku Betawi, tapi munculnya istilah manusia proto Melayu Betawi merupakan penanda berawalnya suku ini.
"Sejarah kota harus dipahami berbeda dari sejarah etnik Betawi. Orang yang menempati kawasan itu memang baru pada abad ke-19 mendapat cap sebagai orang Betawi. Dulu para ahli menyebutnya Proto Manusia Melayu Betawi yang berkembang terus akhirnya dia lebih memilih peradaban Melayu dengan sehingga orang Betawi berbahasa Melayu," kata Yahya.
Berkecamuknya Perang Dunia ke-2 membuat sekutu Belanda lemah dan Batavia jatuh ke tangan Jepang. Kemudian, sejalan dengan kebijakan de-Nederlandisasi oleh Pemerintah Jepang, nama Batavia diubah menjadi Jakarta Tokubetsu Shi bertepatan dengan perayaan Hari Perang Asia Timur Raya pada 8 Desember 1942. Setelah Jepang kalah pada Perang Dunia ke-2 dan Indonesia merdeka, nama Jakarta tetap digunakan tanpa menggunakan nama Jepangnya.
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta
Setelah Indonesia merdeka pada 19 Agustus 1945, Jakarta memulai perjalanan baru. Pada tahun yang sama di bulan September, pemerintah Indonesia memberikan nama resmi Pemerintahan Nasional Kota Jakarta.
Selanjutnya, pada 28 Maret 1950, Pemerintah Indonesia mengukuhkan nama Praja Jakarta. Berikutnya nama Jakarta yang ketika itu masih bagian dari Provinsi Jawa Barat dikukuhkan pada 22 Juni 1956 oleh Wali Kota Jakarta, Sudiro.
Tidak sampai dua tahun berselang, tepatnya pada 18 Januari 1958, Jakarta menjadi daerah otonom dengan nama Kotamadya Djakarta Raya yang berada di bawah Provinsi Jawa Barat.
Pada 1959, Jakarta kembali bertransformasi dengan perubahan status menjadi Daerah Tingkat Satu (Provinsi) yang dipimpin Gubernur. Status Jakarta dari Daerah Tingkat Satu kembali diubah menjadi Daerah Chusus Ibukota (DCI) Djakarta pada 1961.
Kemudian, pada 31 Agustus 1964, Jakarta Raya resmi menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Pada 31 Agustus 1999, status Jakarta diperbarui menjadi pemerintah provinsi sesuai dengan Undang Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta dengan status otonomi yang memiliki kota administrasi.
Perjalanan sejarah Jakarta berlanjut pada 30 Juli 2007, melalui Undang Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jakarta berganti nama menjadi DKI Jakarta serta mengukuhkan status sebagai daerah otonomi khusus Ibukota.
Provinsi Daerah Khusus Jakarta
Di usianya yang ke-497 Jakarta telah mengalami transformasi yang signifikan, bermetamorfosis menjadi kota megapolitan. Perbaikan dan terobosan dilakukan di segala bidang mulai ekonomi, sosial, infrastruktur, transportasi, pariwisata, seni budaya, olahraga dan berbagai hal lainnya. Jakarta terus berusaha mengejar ketertinggalan dari berbagai kota maju di dunia.
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta juga segera mengalami perubahan status seiring dengan dengan disahkannya Undang Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara dan ditandatanganinya Undang Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) pada 19 April 2024.
Mengacu beleid Undang Undang Nomor 2 Tahun 2024, Jakarta disiapkan menjadi kota global dan pusat pertumbuhan ekonomi nasional setelah resmi tak lagi menjadi Ibu Kota Negara.
Transformasi Jakarta menuju kota bertaraf internasional membutuhkan upaya kolektif bersama. Jakarta tidak hanya menjadi pusat peradaban nasional ke depannya, namun sebagai kota cerdas yang menjadi titik temu segala kegiatan internasional dan terbuka untuk semua.
Dari sudut pandangan budaya, Haji Oding menuturkan, suku Betawi merasa patut bersyukur dengan disahkannya UU DKJ karena eksistensinya telah diakui oleh negara sebagai masyarakat adat. Dalam UU DKJ memberi ruang masyarakat Betawi untuk menata ulang kebudayaan adat Betawi.
"Akan dibentuk kelembagaan adat dan budaya Betawi. Kelembagaan adat ini sebagai payung hukum. Suku Betawi ini akan bernaung di bawah kelembagaan adat Betawi nantinya. Ini perintah undang-undang, maka otomatis adat istiadat, tradisi dan budaya Betawi akan makin berkembang dengan baik di DKJ," tegasnya.
Ia menyampaikan, di bawah payung UU PDKJ akan dibentuk badan layanan bersama dan kawasan aglomerasi untuk menyelaraskan pembangunan dan infrastruktur di seluruh wilayah. Dewan Aglomerasi yang dibentuk akan mengoordinasikan tata ruang Jakarta dan sekitarnya, serta menyinkronkan perencanaan pembangunan.
"Nanti menjadi satu kesatuan Jakarta, Bogor, Depo, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur (Jabodetabekjur) sebagai kawasan ekonomi nasional global aglomerasi," imbuhnya.
Ia berharap, dengan adanya kawasan aglomerasi ini akan merealisasikan keseimbangan pembangunan baik transportasi, tata ruang, dan lain-lain. Sehingga, dapat lebih menarik investor luar maupun dalam negeri
"Saya yakin aglomerasi Jabodetabekjur akan menjadi maju. Sebab, kawasan aglomerasi ini ada akan strukturnya, ada dewan kawasan dan ada badan layanan kawasan," tuturnya.
Sementara itu, Yahya Andi Saputra menambahkan, sebetulnya Jakarta sudah menjadi kota global sejak zaman dulu melalui multi etniknya yang memberikan warna pada ekspresi berkesenian, kuliner, busana hingga seni pertunjukan.
"Hal ini diperlihatkan dalam sudut pandang yang kemudian akhirnya lebih dikenal dengan multikultur, dalam perspektif ini adalah global," paparnya.
HUT ke-497 Jakarta yang mengusung tema ‘Jakarta Kota Global Berjuta Pesona’, lanjut Yahya, harus dimaknai dan dapat diimplementasikan dengan baik oleh semua warga Jakarta.
"Berjuta Pesona ini tidak hanya tentang bangunan fisik dan sumber daya alamnya. Tapi, juga tentang seni budaya dan akhlak penduduk Jakarta yang juga harus mempesona," tandas Yahya.