
Mengukir Cinta di Kota Tua
Oleh :
Dessy Suciati
Jumat, 14 Februari 2025 | 263
For a better view,
please rotate your phone
Dessy Suciati
Jumat, 14 Februari 2025 | 263
"Aku tak ingin hari berlalu begitu saja tanpa kebersamaan kita," ucapan ini meluncur sendu dari bibir mungil Sara, sambil memeluk erat kekasihnya, Peter Cortenhoof, saat mereka bertemu di sudut kota Batavia.
Dengan rasa kasih berbalut kebesaran jiwa, perempuan berdarah Belanda-Jepang ini, menembus dinding kesedihan dalam dekapan cinta. Di bawah redup sinar bulan malam itu, dua anak manusia ini merangkai melodi kasih penuh ironi, terasa lembut mengetuk perasaan, membangkitkan gairah jiwa.
Penggalan adegan dalam film 'Sara dan Fei: Stadhuis Schandaal' garapan sutradara Adisurya Abdi yang dirilis 26 Juli 2018 lalu ini, berkisah tentang drama cinta berlatar sejarah Kota Tua di abad ke-16, saat pemerintahan Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen.
Entah adegan film ini diangkat dari kisah nyata atau bukan, namun romansa cinta Sara dan Peter laksana tembang melankolis yang mengembara tanpa batas, menembus waktu. Kawasan Kota Tua, terutama area sekitar Gedung Stadhuis yang kini jadi Museum Fatahilah, sampai sekarang masih jadi lokasi memikat untuk sebagian orang mengukir cinta kasih.
Iskandar dan Intan, pasangan suami istri yang sudah 25 tahun mengarungi bahtera rumah tangga, menjadikan kawasan Kota Tua sebagai tempat paling romantis dengan sejuta kenangan indah. Ya, di sinilah cinta pertama mereka tumbuh dan bersemi.
"Setiap pulang ke Jakarta, kami selalu mengunjungi Kota Tua ini, menggali kembali kenangan indah masa muda dulu," tutur Iskandar yang saat ini bekerja pada salah satu perusahaan perkebunan sawit di Kalimantan.
Pria berusia 56 tahun ini mengaku, kali pertama menyatakan cinta dengan wanita idamannya di salah satu pelataran Museum Fatahillah 28 tahun silam.
"Alhamdulillah sekarang sudah seperempat abad kami bersama. Mudah-mudahan abadi sampai kakek-nenek," ujarnya, sembari tertawa kecil.
Pengalaman serupa dialami pasangan Cindy dan Rian. Bagi mereka, bangunan kokoh kawasan Kota Tua memiliki banyak kenangan manis yang sulit terlupakan.
Seperti senja itu, sambil menyusuri jalanan setapak yang kini telah direvitalisasi, mereka bernostalgia mengenang momen-momen indah yang pernah dilalui di tempat tersebut. Setelah menikah, keduanya memang masih sering mengunjungi Kota Tua, namun kini bersama buah hati mereka.
Bagi mereka, Kota Tua adalah labirin waktu yang merekam sejuta cerita dan kenangan. Tempat di mana setiap sudutnya menyimpan memori pertumbuhan dan tawa riang putra kecil mereka.
"Sewaktu pacaran, kami sering nikmati suasana Kota Tua berdua. Sekarang, kita bawa anak ke sini," kata Rian.
Terpaut kasih dan suasana
Hasrat ternyata timbul di sana
Kota legenda, kota cinta
Saat itu dadaku bergetar
Saat itu hati berdebar
'Tuk pertama kuterlena
Cinta terbina di kota itu
Rumah tua jadi saksinya
Janji terucap dalam gemanya
Tembok perkasa alam nyata
(Petikan Lirik Lagu Cinta di Kota Tua)