You don't have javascript enabled. Good luck with that.

For a better view,
please rotate your phone

Memupuk Asa di Seberang Lautan

Oleh :

Andri Widiyanto

Minggu, 11 Agustus 2024 | 3081

“Woooowww! Kata pertama yang keluar dari mulut ini ketika menginjakkan kaki di Dermaga Pulau Tidung, Kepulauan Seribu Selatan, Kepulauan Seribu.

Aku yang hanya pernah mendatangi Pantai Anyer sangat terkesima saat tiba di pulau ini. Pantai indah dengan pasir putih dan air laut yang jernih begitu memanjakan mata, seolah menyambut kedatanganku.

Dengan raut wajah tersenyum, aku berkata dalam hati, "Sepertinya pilihanku untuk sekolah di sini tepat," ujar Iqbal (17), siswa SMKN 61 Jakarta, Pulau Tidung.

Taruna Madya Jurusan Nautika Kapal Penangkap Ikan yang tinggal di Rusunawa Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur ini mengakui, Kepulauan Seribu merupakan 'surga tersembunyi' di balik kemegahan dan hiruk pikuk Kota Jakarta.

Secara administrasi, Kepulauan Seribu satu-satunya wilayah kabupaten yang dimiliki Provinsi DKI Jakarta. Letak wilayah ini berada di bagian utara dari Teluk Jakarta. Jumlah pulau di Kepulauan Seribu tercatat hanya sekitar 342 pulau, termasuk pulau berpasir dan pulau terumbu karang yang memiliki vegetasi maupun sebaliknya. Total luas Kepulauan Seribu sekitar 1.180 hektare yang memanjang dari selatan ke utara.

Di Kepulauan Seribu terdapat puluhan sekolah dari berbagai tingkatan, mulai dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA dan SMK. Pada tingkat atas,  wilayah ini hanya memiliki dua sekolah negeri,SMAN 69 dan SMKN 61. 

SMK Negeri 61 merupakan salah satu sekolah kemaritiman dengan lima jurusan yang terdiri dari Teknika Kapal Niaga, Nautika Kapal Niaga, Nautika Kapal Penangkap Ikan, Agribisnis Perikanan dan Tata Boga. Karena berada di wilayah kepulauan, para siswa dan siswi di sekolah ini dikenal dengan sebutan taruna dan taruni. 

Berdasarkan data, 40 persen pelajar SMKN 61 Jakarta merupakan warga kepulauan Seribu.  Sementara 60 persen sisanya tercatat sebagai warga darat (sebutan bagi masyarakat Jakarta non Kepulauan Seribu). Banyak cerita menarik yang dialami para taruna-taruni asal daratan selama mengeyam pendidikan di sekolah ini.

Seperti yang dialami Iqbal, kebanyakan dari pelajar SMKN 61 takjub melihat keindahan Kepulauan Seribu, khususnya Pulau Tidung. Di luar itu, mereka juga dituntut bisa secepatnya beradaptasi, baik dari sosial maupun budaya agar dapat fokus pada pendidikan.

SMKN 61 Jakarta menyediakan asrama bagi taruna-taruni yang berasal dari darat. Asrama ini memiliki dua bangunan yang masih dalam satu kawasan. Posisinya berada tepat di samping sekolah yang dimanfaatkan para taruna-taruni untuk tinggal.

“Banyak hal yang membuat aku kaget semasa di awal-awal sekolah, khususnya di asrama. Seperti air nya sedikit asin, cuci dan setrika pakaian sendiri hingga kehidupan yang super disiplin," aku Fivi (17), Taruni Madya Jurusan Nautika Kapal Niaga SMKN 61 Jakarta.

Seluruh kegiatan taruna-taruni yang tinggal di asrama sudah terjadwal 7x24 jam. Selama hidup di asrama, mereka memotivasi diri agar bisa merubah rasa ketidaknyamanan menjadi menyenangkan.

"Aku harus bisa, aku ingin jadi pelaut, aku ingin berpetualang mengarungi samudera," kata Fivi yang berdomisili di Jalan Tipar Cakung, Cakung Barat, Cakung, Jakarta Timur ketika menyemangati diri kala itu.

Selain asrama, SMKN 61 Jakarta juga menyediakan kapal gratis setiap Jumat sore dari Pulau Tidung dan Minggu siang dari Pelabuhan Muara Angke. Fasilitas kapal itu disediakan bagi para taruna-taruni yang ingin pulang ke rumah bertemu keluarga. 

“Aku sebulan sekali pulang untuk sekadar melepas rindu bersama keluarga. Kalau lagi kangen banget dan belum bisa pulang, aku biasanya video call orang tua aku. Lumayan untuk ngobatin kangennya," tutur Syafira (16), Taruni Madya Jurusan Teknika Kapal Niaga yang tinggal di Perum Puri Gardenia, Bekasi, Babelan Kota.

Taruna-taruni SMKN 61 Jakarta memang diajarkan kedisiplinan yang lebih dari sekolah pada umumnya. Kedisiplinan di sekolah ini diterapkan mulai dari bangun hingga tidur lagi. Semua terjadwal dengan pasti. Kehidupan yang super teratur tersebut diharapkan dapat membentuk karakter taruna-taruni menjadi manusia yang tangguh, tidak menyepelekan hal-hal kecil, berkualitas dan beintegritas. Hal ini sesuai dengan sebuah pepatah lama yang mengatakan, "Pelaut ulung tidak lahir dari lautan yang tenang".