Penghapusan aturan Wijkenstelsel pada tahun 1920 membuat pertumbuhan kawasan Glodok semakin meluas dan membuat batas-batas antara etnis Tionghoa dengan etnis lainnya semakin kabur. Seiring berjalannya waktu, Pecinan Glodok bergerak menjadi pusat perkembangan bisnis, kuliner dan ekonomi dengan kekayaan sejarah dan warisan budaya yang tinggi.
Kerusuhan Mei 1998 menjadi batu sandungan kecil yang menjatuhkan, meski kemudian kawasan Pecinan dan segala unsur di dalamnya dapat kembali berdiri dan terus bertumbuh.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor DIII-bII/4/56/73 menetapkan kawasan Glodok sebagai Cagar Budaya. Selain itu, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada tahun 2022 menjadikan kawasan Pecinan Glodok sebagai Desa Wisata. Pecinan Glodok juga termasuk dalam pengembangan zona 3 program revitalisasi Kota Tua dengan fokus pada budaya etnis yang terdiri dari daerah Pasar Pagi, Pintu Besar Selatan dan Pinangsia.
Bangunan bersejarah, kekayaan budaya, serta ragam kuliner Tionghoa yang eksotis menjadi kombinasi harmonis yang mampu mengundang wisatawan domestik maupun mancanegara untuk datang ke Pecinan Jakarta.