You don't have javascript enabled. Good luck with that.

For a better view,
please rotate your phone

Pesona Tionghoa di Pecinan Jakarta

Oleh :

Nugroho Sejati

Minggu, 12 Januari 2025 | 1172

Deretan lampion cantik berwarna merah menyala menghiasi Jalan Pancoran, Taman Sari, Jakarta Barat. Pedagang pernak-pernik khas Imlek memenuhi jalur pedestrian jalan tersebut menjelang Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili yang jatuh pada 29 Januari 2025 kalender Masehi.

Jalan Pancoran yang berada di Kelurahan Glodok merupakan urat nadi kawasan Pecinan (Chinatown) Jakarta. Pecinan Jakarta yang disebut-sebut sebagai salah satu Pecinan terbesar di Asia, bahkan dunia, ini telah ada sejak masa kolonial Belanda. 

Jauh menengok ke belakang, konsentrasi etnis Tionghoa di Glodok berawal dari peristiwa kelam yang pernah terjadi.

Karena dianggap tidak berpihak pada kolonial Belanda, puluhan ribu etnis Tionghoa menjadi korban pembantaian massal pada tahun 1740 oleh kongsi dagang Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang merupakan kepanjangan tangan dari pemerintahan kolonial. Setelahnya, Pemerintah Hindia Belanda menerbitkan aturan Wijkenstelsel yang hanya mengizinkan etnis Tionghoa untuk tinggal dan beraktivitas hanya di kawasan Glodok saja.

Penghapusan aturan Wijkenstelsel pada tahun 1920 membuat pertumbuhan kawasan Glodok semakin meluas dan membuat batas-batas antara etnis Tionghoa dengan etnis lainnya semakin kabur. Seiring berjalannya waktu, Pecinan Glodok bergerak menjadi pusat perkembangan bisnis, kuliner dan ekonomi dengan kekayaan sejarah dan warisan budaya yang tinggi. 

Kerusuhan Mei 1998 menjadi batu sandungan kecil yang menjatuhkan, meski kemudian kawasan Pecinan dan segala unsur di dalamnya dapat kembali berdiri dan terus bertumbuh.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melalui Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor DIII-bII/4/56/73 menetapkan kawasan Glodok sebagai Cagar Budaya. Selain itu, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada tahun 2022 menjadikan kawasan Pecinan Glodok sebagai Desa Wisata. Pecinan Glodok juga termasuk dalam pengembangan zona 3 program revitalisasi Kota Tua dengan fokus pada budaya etnis yang terdiri dari daerah Pasar Pagi, Pintu Besar Selatan dan Pinangsia.

Bangunan bersejarah, kekayaan budaya, serta ragam kuliner Tionghoa yang eksotis menjadi kombinasi harmonis yang mampu mengundang wisatawan domestik maupun mancanegara untuk datang ke Pecinan Jakarta.

Lokasinya yang mudah dijangkau dengan akses transportasi publik, baik yang sudah eksisting maupun yang sedang dibangun, meningkatkan daya tarik wisata kawasan Pecinan Glodok yang semakin menegaskan Jakarta sebagai kota maju berdaya saing global. Saat ini, kawasan Pecinan dilintasi bus Transjakarta rute 1, 1A dan 2M serta Mikrotrans rute JAK 10 dan JAK 13. 

Selain menggunakan transportasi publik bus atau minibus, Pecinan juga dapat dijangkau menggunakan kereta commuter yang stasiunnya hanya berjarak 450 meter atau 11 menit berjalan kaki dari gapura Chinatown Jakarta yang selesai dibangun kembali oleh Pemprov DKI Jakarta pada tahun 2022. Sementara itu, pembangunan MRT Jakarta fase 2 yang salah satu stasiunnya berada tepat di depan gapura direncanakan selesai pada tahun 2029.

Menjelang lima abad peristiwa penyerbuan Pangeran Fatahillah ke Pelabuhan  Sunda Kelapa yang diperingati sebagai HUT Kota Jakarta, Pemprov DKI mencanangkan Jakarta sebagai 20 kota global dunia di usianya yang ke-500 tahun. Kemajuan kawasan Pecinan di Glodok sebagai tujuan wisata berkelas internasional dengan akar budaya dan sejarah yang kuat berjalan seiringan dengan upaya Pemprov bersama warga Jakarta dalam mewujudkan Jakarta sebagai jati diri Indonesia yang multikultural serta megapolitan dunia yang modern dan berkelanjutan.