Food Station Terus Berinovasi Dalam Ketahanan Pangan
PT Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ) berkomitmen terus berupaya berinovasi dalam ketahanan pangan menuju kedaulatan pangan melalui program intensifikasi
Ini adalah aksi korporasi yang kami lakukan untuk menjaga ketahanan pangan
Salah satunya melakukan budidaya menggunakan teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas panen dengan pupuk kompos dan seresah (komsah) serta teknologi pupuk organik cair ExtraGen.
Direktur Utama PT FSTJ, Pamrihadi Wiraryo mengatakan, budidaya dengan metode ini dapat menekan penggunaan pupuk kimia. Termasuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian dengan ratio 20-25 persen per hektarnya pada saat yang sama.
PT Food Station Tjipinang Jaya Raih Omzet Puluhan Juta di Jakarta Fair 2022Sejauh ini pihaknya sudah melakukan kerja sama contract farming dan budidaya dengan banyak Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dan koperasi-koperasi di beberapa kota dan kabupaten dengan luas lahan mencapai 8.180 hektar.
Dari luas lahan yang dikerjasamakan tersebut, pihaknya diproyeksikan dapat menyerap gabah kering panen sebanyak 46.626 ton.
“Ini adalah aksi korporasi yang kami lakukan untuk menjaga ketahanan pangan sekaligus juga mengantipasi lonjakan peningkatan kebutuhan beras yang diakibatkan shifting pola konsumsi,” kata Pamrihadi, Rabu (20/7).
Pamrihadi menyampaikan, dampak gejolak di Ukraina yang perlu diantisipasi Indonesia salah satunya peralihan (shifting) konsumsi dari bread atau noodle ke beras atau nasi. Sehingga perkirakan permintaan (demand) beras akan meningkat dan harga gabah dan beras berpotensi akan naik.
“Terjadinya kelangkaan gandum di Eropa dapat mengakibatkan terjadinya shifting konsumsi bahan pangan pokok ke beras. Permintaan beras kepada negara-negara penghasil beras pun akan meningkat,” tandasnya.
Perlu diketahui, bergejolaknya hubungan antara Rusia dengan Ukraina berdampak kepada ancaman krisis pangan di dunia. Food and Agriculture Organization (FAO) mengatakan, gejolak Rusia dan Ukraina juga berkontribusi dalam memicu krisis pasokan pangan. Sehingga harga soft comodities (gandum, CPO, kopi, keju, kedelai, kakao dan susu) berpotensi meningkat.
Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) melansir data, produksi Gabah Kering Giling (GKG) tahun 2021 turun sekitar 0,45 persen yang bila dikonversi menjadi beras dari 31,5 juta ton menjadi 31,3 juta ton.
Sementara populasi penduduk naik dengan ratio 1,25 persen (2020), 1,22 persen (2021) dan 1,17 persen di 2022.
Data dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) menjelaskan, harga gandum sepanjang Mei 2022 telah mengalami kenaikan sebesar 5,6 persen.
Belum lagi kebijakan larangan ekspor bahan baku makanan yang dilakukan
beberapa negara seperti India menjadi penyebab naiknya harga pangan.