You don't have javascript enabled. Good luck with that.
Pencarian
Komite Musik DKJ Adakan Diskusi Publik
....
photo Istimewa - Beritajakarta.id

Komite Musik DKJ Adakan Diskusi Publik tentang Pembiayaan Berbasis Kekayaan Intelektual

Komite Musik Dewan Kesenian Jakarta (DKJ)  mengadakan diskusi publik bertema “Karya Cipta Beranak Sampai Jauh?” secara daring pada Selasa (2/8) malam.

Ada empat pilar pranata pendukung yakni kekayaan intelektual (KI), valuasi KI, lembaga pembiayaan, dan pasar KI

Kegiatan itu fokus menelaah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tentang Ekonomi Kreatif yang mengatur skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual.

Narasumber Ari Julio Gema menjelaskan, di Indonesia sudah ada undang-undang tentang hak cipta dan hak paten, tetapi belum berjalan sebagaimana mestinya. Dia mengatakan, penyebabnya adalah pranata pendukung yang belum memadai. Hal itu terkait erat dengan akses keuangan.

Komite Seni Rupa DKJ Gelar Pameran Arsip dan Koleksi Seni Lukisan

"Ada empat pilar pranata pendukung yakni kekayaan intelektual (KI), valuasi KI, lembaga pembiayaan, dan pasar KI," ujarnya.

Meski begitu, menurutnya para musisi masih memiliki akses keuangan lain. Ia mencontohkan di Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), ketika seorang forografer mendapat pekerjaan namun tidak memiliki dana untuk operasional, maka kontrak kerja bisa dijadikan jaminan ke bank.

"Kalau pekerjaan selesai, uangnya disalurkan ke bank. Jadi tidak melulu soal KI. Teman-teman musisi memiliki hak tagih ke Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang bisa dijadikan jaminan ke bank," jelasnya.

Sebagai tambahan informasi, persoalan hak cipta musik dan lagu sudah berjalan panjang dalam ekosistem musik tanah air. Karenanya Komite Musik DKJ secara khusus sempat membuat diskusi publik di awal Oktober 2020 tentang pemanfaatan hak cipta musik di era digital.

Pada April 2021 publik musik kembali membicarakan hak cipta musik buah dari munculnya PP Nomor 56 tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan Musik sebagai Peraturan Pelaksana Undang Undang Hak Cipta Nomor 28 tahun 2014 (UUHC), disusul Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 20 tahun 2021.

Penantian bertahun-tahun tersebut kemudian menemukan jawaban ketika muncul PP Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2019 Tentang Ekonomi Kreatif.

Dalam PP tersebut, walau berbeda istilah dengan UUHC Nomor 28 Tahun 2018 yang menyebutkan bahwa hak cipta dapat dijadikan objek fidusia, muncul skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual.

Berita Terkait
Berita Terpopuler indeks
  1. 30 Pohon Tabebuya Ditanam di Jalan Karet Pasar Baru Timur 2

    access_time17-01-2025 remove_red_eye1477 personBudhi Firmansyah Surapati
  2. 411.161 Wisatawan Kunjungi Kepulauan Seribu di Tahun 2024

    access_time18-01-2025 remove_red_eye1466 personAnita Karyati
  3. Petugas Padamkan Kebakaran di Mangga Besar XIII

    access_time21-01-2025 remove_red_eye1195 personBudhi Firmansyah Surapati
  4. Dinas PPAPP Perkuat Pencegahan Pelecehan Seksual di Transportasi Publik

    access_time20-01-2025 remove_red_eye1192 personAldi Geri Lumban Tobing
  5. Pemprov DKI Terima Hibah Dua Mobil Layanan Konseling

    access_time16-01-2025 remove_red_eye1117 personFolmer