Dishubtrans DKI Hancurkan 7.000 Bajaj Oranye
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terus melakukan peremajaan bajaj oranye bermesin dua tak dan berbahan bakar bensin ke bajaj biru berbahan bakar gas. Bahkan, Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI mengklaim telah menghancurkan (scraping) sebanyak 7.000 bajaj oranye.
Setiap minggu ada sebanyak 20-30 bajaj oranye discraping untuk beralih ke bajaj biru. Sejauh ini, hampir 7.000 unit bajaj oranye yang telah dihancurkan
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Benjamin Bukit mengatakan, pihaknya terus melakukan sosialisasi kepada pemilik bajaj agar mau dikonversi ke BBG. Setiap minggu dilakukan scraping bajaj oranye di lima wilayah kota Jakarta.
DKI Permudah Peremajaan Bajaj Tua"Setiap minggu ada sebanyak 20-30 bajaj oranye discraping untuk beralih ke bajaj biru. Sejauh ini, hampir 7.000 unit bajaj oranye yang telah dihancurkan," kata Benjamin, di Balaikota, Selasa (12/5).
Pihaknya telah mengambil kebijakan untuk pembatasan operasional bajaj oranye. Saat ini, bajaj dua tak tersebut hanya bisa beroperasi di zona yang telah ditetapkan. Pihaknya tidak akan melakukan perluasan atau penambahan zonasi operasional bajaj oranye di Jakarta. "Saat ini, lima wilayah di Jakarta masing-masing memiliki kawasan (zona) beroperasi bajaj oranye dan tidak akan diperluas," tegasnya.
Diakui Benjamin, scraping bajaj oranye ini adalah tahapan dari peremajaan yang dilakukan. Pihaknya telah mengubah regulasi terkait kepemilikan angkutan umum roda tiga tersebut. Jika sebelumnya berdasarkan kuota dan harus melalui koperasi atau perseroan terbatas (PT), kali ini tidak perlu lagi. Sehingga pemilik bajaj bisa lebih tertarik untuk melakukan peremajaan.
Selain memberikan kemudahan bagi perorangan yang ingin memiliki dan berbisnis transportasi bajaj, regulasi baru ini juga menghapus praktik monopoli di sebuah PT atau Koperasi seperti sebelumnya. Regulasi baru terkait kepemilikan bajaj biru ini didasari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 tahun 2014 tentang Peremajaan Kendaraan Bermotor. PP tersebut digunakan sebagai payung hukum untuk mengubah regulasi peremajaan bajaj yang semula harus melalui tender di koperasi.
Aturan lama memakai Undang-Undang (UU) Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), di mana setiap peremajaan angkutan harus lewat tender di koperasi. Saat ini, regulasinya disederhakan menggunakan PP Nomor 73 tahun 2014.