Tagih Pajak, DKI Libatkan Kejati DKI
Untuk meningkatkan kinerja pegawai serta mendongkrak pencapaian hasil pajak, Dinas Pelayanan Pajak (DPP) DKI Jakarta melakukan penandatangan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI, Rabu (19/8).
Hari ini kita masuk ke momentum penandatangan MoU dengan Kejati
"Hari ini kita masuk ke momentum penandatangan MoU dengan Kejati. Penandatangan MoU ini sangat penting sekali, khususnya untuk Provinsi DKI," kata Agus Bambang Setyowidodo, Kepala DPP DKI.
Agus menjelaskan, nota kesepakatan ini sudah sangat mendesak, mengingat banyak potensi pajak daerah, khususnya dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang menimbulkan piutang. Hal itu terlihat dari banyaknya Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) yang diterbitkan lebih dahulu ketika wajib pajak (WP) tidak membayar pajak.
Perolehan PBB Jakbar Baru 32,98 Persen"SPPT kan terbit lebih dahulu. Jadi ketika WP tidak membayar pajak, maka sudah terhitung piutang," jelas Agus.
Agus mengungkapkan, piutang PBB dari pelimpahan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak kepada Pemprov DKI pada 2012 mencapai Rp 3,8 triliun. Terhitung 31 Desember 2014, jumlah piutang PBB di DKI bertambah sebesar Rp 4,9 triliun dari total 733 ribu WP yang belum membayar pajak atau 1.900.000 pemegang SPPT.
"Kami sudah melakukan analisis data. Kami buat dua kelompok. Mana WP yang lancar untuk ditagih dan macet," terang Agus.
Agus menjelaskan, pihaknya telah memverifikasi terhadap objek dan subjek kemudian melakukan pemanggilan secara prosedural atau penagihan aktif. Setelah MoU dengan Kejati hari ini, upaya penagihan aktif bisa dilakukan lebih jauh hingga tahap sita lelang.
"Kami sangat memohon bantuannya agar para WP paham bahwa penagihan pajak bukan semata-mata tugas DPP DKI, tapi bisa juga dilakukan Kejati," papar Agus.