Bos Gamya Minta KY Ganti Hakim Kasusnya
Merasa keberatan dengan penunjukan Hakim Suprapto sebagai pengadil setiap kali kasus yag berkaitan dengan PT Blue Bird sampai ke persidangan, Direktur PT Gamya Taksi, Mintarsih A Latief, meminta Komisi Yudisial (KY) untuk menggantinya dan mengawasi sidang gugatan PT Blue Bird terhadap dirinya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Mintarsih khawatir surat permohonan sita jaminan yang diajukan Purnomo Prawiro, selaku penggugat bertujuan memiskinkan dirinya.
Padahal poin-poin gugatan tersebut tidak memiliki bukti otentik terkait perbuatan melawan hukum. Kenapa sita jaminan melibatkan asset suami dan anak-anak saya juga
Dalam surat pengaduan ke KY pada 21 April lalu, Mintarsih selaku tergugat meminta kepada KY untuk menindaklanjuti surat permohonan tentang pergantian hakim ketua yang sudah disampaikan kepada Ketua PN Jaksel, pada 7 Februari lalu. "Pengacara saya sebelumnya sudah mengirim surat kepada Ketua PN agar hakimnya diganti, tapi sampai saat ini tidak digubris," ujar Mintarsih, Selasa (29/4).
Dikatakan Mintarsih, Hakim Suprapto setidaknya sudah tiga kali menjadi Ketua Majelis yang berkaitan dengan Blue Bird. Untuk itu, Mintarsih meminta agar KY benar-benar mengawasi sidang terkait permintaan penggugat untuk melakukan sita jaminan senilai Rp 4,9 triliun yang dianggapnya tidak masuk akal, yang sebelumnya diajukan pada persidangan 10 April lalu oleh Purnomo terhadap diri dan keluarganya. "Padahal poin-poin gugatan tersebut tidak memiliki bukti otentik terkait perbuatan melawan hukum. Kenapa sita jaminan melibatkan asset suami dan anak-anak saya juga," kata Mintarsih.
Sidang Sengketa Perusahaan Taksi Digelar di PN JakselMenurut Mintarsih, sesuai Pasal 227 HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) salah satu syarat sita jaminan adalah adanya bukti otentik yang menyebabkan terjadinya perbuatan melawan hukum. Dan barang yang disita nilainya tidak melampaui nilai gugat. "Salah satu gugatan nilainya Rp 1 triliun, karena saya dituduh menerima gaji buta dari PT Blue Bird Taksi. Lalu adanya tindak kekerasan yang saya lakukan," katanya.
Ditambahkan Mintarsih, ada hal-hal yang dinilai lucu atas gugatan yang diterimanya, karena adanya berita di media massa yang membuat perusahan milik Purnomo menjadi rugi. "Sebagai orang terkaya ke 60 di Indonesia (Purnomo) dengan adanya berita di media dengan teks yang sangat kecil, mengaku sangat dirugikan sekali. Apa yang saya sampaikan itu semua kan fakta, bukan mengada-ada. Lucu sekali karena hal itu juga saya digugat," terangnya.
Menurut Mintarsih nilai gugatan yang dilakukan terhadap dirinya senilai Rp 4,9 triliun karena pihak penggugat merasa dirugikan sampai 100 persen sangat tidak logis. "Saat saya menggugat di PN Jakpus, Purnomo mengakui hartanya Rp 4,9 miliar saja. Jika dia merasa dirugikan 100 persen, totalnya hanya Rp 9,5 miliar, kenapa saya digugat sampai Rp 4,9 triliun. Ini kan menjadi bahan tertawaan masyarakat, karena sudah paham mana yang benar dan tidak," imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Yudisial, Suparman Marzuki mengaku jika soal penentuan hakim itu adalah hak sepenuhnya Ketua PN. "Memang dalam kasus yang sama lebih dianjurkan menggunakan hakim yang sama dengan pertimbangan hakim tersebut lebih menguasai persoalan. Dulu dalam kasus Prita Mulyasari, hakim-hakimnya diganti ada perbedaan keputusan karena disebabkan hakim penggantinya tidak memahami persoalan," kata Suparman.
Suparman juga menambahkan, jika ada dugaan hakim yang memang sengaja diplot untuk memihak satu pihak, hal tersebut dapat terlihat dalam proses keputusan. "Itu akan terlihat dalam proses dan keputusan hakim nantinya," tandas Suparman.