Penerimaan Empat Sektor Pajak Tak Capai Target
Penerimaan dari empat sektor pajak di DKI Jakarta pada tahun 2013 lalu tidak mencapai target yang ditetapkan. Keempat sektor pajak tersebut yaitu Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Tanah, Pajak Hiburan, serta Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan/Perkotaan.
Jika kenaikan harga bahan bakar diterapkan sejak awal tahun, diperkirakan penerimaan PBB-KB akan dapat terealisasi sebesar Rp1,17 triliun, dengan estimasi rata-rata per bulan sebesar Rp97,67 miliar atau 106,55 persen dari target penerimaan PBB-KB sebesar Rp1,1 Triliun
Pelaksana Tugas (Plt) Basuki T Purnama mengatakan, tidak tercapainya target penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB) pada 2013 disebabkan kenaikan harga bahan bakar yang diprediksi di awal tahun. Namun, pemerintah pusat baru menetapkan pada pertengahan 2013. Dari kenaikan harga BBM tersebut, peningkatan setoran PBB-KB mulai meningkat sejak bulan Agustus sampai dengan Desember.
"Jika kenaikan harga bahan bakar diterapkan sejak awal tahun, diperkirakan penerimaan PBB-KB akan dapat terealisasi sebesar Rp 1,17 triliun, dengan estimasi rata-rata per bulan sebesar Rp 97,67 miliar atau 106,55 persen dari target penerimaan PBB-KB sebesar Rp1,1 Triliun," kata Basuki, saat menyampaikan jawaban atas pandangan umum Fraksi - Fraksi DPRD DKI Terhadap Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2013 di Gedung DPRD, Kamis (10/7).
DKI Genjot Target Pajak Rp 32,5 TriliunSelain itu, kata Basuki, diasumsikan masih adanya pembayaran PBB-KB dan pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) oleh penyedia bahan bakar kendaraan bermotor setiap bulannya belum sesuai, jika dibandingkan dengan konsumsi pemakaian bahan bakar kendaraan bermotor.
"PBB-KB 2013 terealisasi sebesar Rp 1,027 triliun atau 93,37 persen, lebih baik dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar Rp 882,55 miliar atau 88,26 persen dan mengalami pertumbuhan sebesar Rp 144,55 miliar atau 16,38 persen," ujarnya.
Basuki menjelaskan, Pajak Air Tanah (PAT) 2013 tidak tercapai karena adanya Peraturan Gubernur Nomor 37 Tahun 2009 tentang Nilai Perolehan Air, yang menetapkan dengan tujuan mengendalikan penggunaan air tanah dan mendorong pemanfaatan air perpipaan, tarif air tanah lebih besar, dibandingkan dengan tarif air perpipaan (PDAM).
"Serta, pengelolaan air tanah dilaksanakan dalam rangka pengendalian pemanfaatan air tanah, dan hanya dipergunakan untuk cadangan apabila kebutuhan air dari jaringan perpipaan (PAM) belum tercukupi/tidak berfungsi," jelasnya.
Oleh karena itu, lanjut Basuki, Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta bekerjasama dengan PT Palyja dan PT Aetra selaku mitra kerja PAM Jaya melakukan program Zero Deepwell Consumption yaitu pemberian izin pemanfaatan air tanah sesuai dengan pertimbangan kemampuan kondisi air tanah dan jaringan perpipaan.
Dari hasil evaluasi Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta bersama dengan PAM Jaya dan mitranya (PT Palyja dan PT Aetra), atas penerapan peraturan tersebut diperoleh data, sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2013 terjadi penurunan jumlah konsumsi air tanah, diikuti kenaikan konsumsi air dari jaringan perpipaan.
"Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pajak PAT 2013 terealisasi sebesar 79,97 persen, lebih baik dari tahun 2012 yang hanya sebesar 60,03 persen," tuturnya.
Basuki menjelaskan, Pajak Air Tanah (PAT) 2013 tidak tercapai karena adanya Peraturan Gubernur Nomor 37 Tahun 2009 tentang Nilai Perolehan Air, yang menetapkan dengan tujuan mengendalikan penggunaan air tanah dan mendorong pemanfaatan air perpipaan, tarif air tanah lebih besar, dibandingkan dengan tarif air perpipaan (PDAM).
"Serta, pengelolaan air tanah dilaksanakan dalam rangka pengendalian pemanfaatan air tanah, dan hanya dipergunakan untuk cadangan apabila kebutuhan air dari jaringan perpipaan (PAM) belum tercukupi/tidak berfungsi," jelasnya.
Basuki mengungkapkan, penerimaan pajak hiburan 2013 tidak tercapai karena antara lain adanya wajib pajak hiburan mengajukan Uji Materil Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sehingga, terhitung sejak masa pajak Oktober 2012 sampai dengan akhir tahun 2013, wajib pajak tidak memenuhi kewajiban disebabkan menunggu keputusan yang dikeluarkan oleh MK. Diperkirakan, terjadi pontential loss terhadap penerimaan pajak hiburan sebesar Rp 18 miliar.
Selain itu, sejumlah wajib pajak hiburan jenis bioskop tutup sementara atau selamanya sehingga berdampak negatif terhadap pencapaian target pajak hiburan. Kemudian, razia pemakaian obat terlarang yang digelar oleh BNP DKI Jakarta di tempat hiburan malam yang berpengaruh terhadap jumlah pengunjung dan penerimaan pajak dari objek pajak hiburan malam.
"Pajak hiburan 2013 mengalami kenaikan sebesar 6,53 persen dibandingkan tahun 2012. Serta realisasi penerimaan tahun 2012 sebesar Rp 368,72 miliar, sedangkan tahun 2013 sebesar Rp 393,26 miliar," ungkapnya.
Ia menegaskan, target penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) 2013 tidak tercapai antara lain karena penetapan besaran Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) masih menggunakan data penetapan 2012. Masih banyaknya data objek pajak yang belum dimutahirkan data disebabkan pemungutan PBB-P2 baru mulai dilaksanakan pada 2013 dengan basis data yang dilimpahkan dari Pemerintah Pusat (Direktorat Jenderal Pajak).
"Serta sebagian besar wajib pajak mengajukan keberatan dan pengurangan pokok pajak serta penghapusan sanksi administrasi," ungkap mantan Bupati Belitung Timur ini.
Basuki menambahkan, penerimaan PBB-P2 2013 mengalami kenaikan sebesar 21,13 persen dibanding tahun 2012 saat masih dikelola oleh pemerintah pusat yang realisasi penerimaan sebesar Rp 2,784 triliun.Setelah dikelola oleh Pemprov DKI realisasi penerimaan Tahun 2013 meningkat menjadi sebesar Rp
3,372 triliun," ungkapnya.