Mengintip Wajah Baru Taman Lapangan Banteng
Suasana riang gembira terpancar dari raut wajah anak-anak dan remaja yang tengah bermain dan berolahraga di Taman Lapangan Banteng, Sawah Besar, Jakarta Pusat.
Taman Lapangan Banteng sekarang lebih bagus dan rapi,
Di area tersebut, anak-anak terlihat asyik bercengkrama dengan teman-teman seusianya dan orang tua yang mendampingi mereka. Sementara yang lainnya, berlari santai mengitari lapangan hingga berswafoto ria di sudut area ini.
Taman Lapangan Banteng Jadi Tempat Alternatif untuk NgabuburitSemenjak direvitalisasi beberapa waktu lalu, kini wajah Taman Lapangan Banteng berubah menjadi lebih indah, nyaman dan tertata rapi. Tak heran jika taman yang berdekatan dengan Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral ini tak pernah sepi pengunjung.
"Taman Lapangan Banteng sekarang lebih bagus dan rapi. Fasilitasnya jauh lebih baik dari sebelumnya. Hampir tiap hari saya jogging di sini karena dekat dengan kantor," ujar Putra (25), pengunjung Taman Lapangan Banteng, belum lama ini
kepada beritajakarta.id.Ditemui terpisah, Kepala Bidang Pertamanan Dinas Kehutanan DKI Jakarta, Fajar Sauri menjelaskan, Taman Lapangan Banteng sempat dijadikan terminal bus kota di era kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin pada 1981. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI kemudian menjadikan area ini sebagai taman.
"Dulu sempat ada terminal di Lapangan Banteng, tapi akhirnya diubah jadi taman. Saat itu Monumen Pembebasan Irian Barat tetap ada," tuturnya.
Fajar menceritakan, awalnya Taman Lapangan Banteng merupakan sebidang tanah lapang yang terdiri dari hutan dan rawa. Di pertengahan abad ke-18, seorang saudagar VOC membeli lahan tersebut namun belum menamakannya sebagai Lapangan Banteng.
"Pada saat Gubernur Herman Willem Daendels berkuasa, Lapangan Banteng disebut dengan nama Lapangan Singa. Dinamakan seperti itu karena ada Tugu Patung Singa. Tugu itu menandakan peristiwa kekalahan Napoleon di Waterloo (Belgia)," ungkapnya.
Memasuki era Presiden RI, Soekarno, nama Lapangan Singa diubah menjadi Lapangan Banteng. Pergantian nama tempat ini dimaksudkan untuk menghapus jejak kelam penjajahan VOC di Indonesia. Nama Banteng dianggap lebih mewakili semangat perjuangan bangsa kala itu.
"Pada tahun 1963 di Taman Lapangan Banteng dibangun Monumen Pembebasan Irian Barat. Monumen tersebut berbentuk orang yang mengangkat tangan dan terbebas dari ikatan. Sketsa monumen itu dibuat Henk Ngantung. Sementara monumennya hasil buatan Team Pematung Keluarga Area Yogyakarta," tutur Fajar.
Lebih lanjut Fajar mengungkapkan, seiring waktu berjalan, Taman Lapangan Banteng seolah mulai dilupakan warga. Hingga pada 2017, Pemprov DKI Jakarta mengembalikan kembali makna dan fungsi dari kawasan tersebut dengan melakukan revitalisasi.
"Revitalisasi dilakukan dalam tiga zona. Zona satu meliputi Monumen Pembebasan Irian Barat, zona dua tempat olahraga dan zona tiga zona taman," jelasnya.
Pada zona Monumen Pembebasan Irian Barat didirikan bangunan setengah lingkaran yang berfungsi sebagai amphitheater dengan dilengkapi kolam di bawahnya. Zona kedua dan ketiga berupa fasilitas olahraga dan taman yang merupakan wujud hutan kota.
"Luas area Taman Lapangan Banteng, termasuk dengan lapangan bola itu 10 hektare. Setelah revitalisasi, kita fasilitasi dengan pencahayaan lebih terang, pengamanan dan pengawasan diperkuat selama 24 jam," ucap Fajar.
Fajar menuturkan, warga yang ingin menggunakan Taman Lapangan Banteng sebagai tempat acara atau kegiatan bisa mengurus perizinannya melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM dan PTSP) DKI Jakarta.
"Mengurusnya gratis tanpa dipungut biaya. Hanya saja, kami minta untuk menjaga kebersihan di sana. Fasilitasnya jangan dirusak," tandasnya.