Disbud DKI Resmi Tetapkan 6 Koleksi Museum Sebagai Benda Cagar Budaya
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta resmi menetapkan enam koleksi museum sebagai Benda Cagar Budaya.
Objek yang ditetapkan sebagai benda cagar budaya ini merupakan koleksi unggulan
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana mengatakan, penetapan Benda Cagar Budaya ini dilakukan setelah melalui proses kajian dari Tim Ahli Cagar Budaya Provinsi DKI Jakarta yang kemudian merekomendasikan enam koleksi dari Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Sejarah Jakarta, serta Museum Joang '45.
“Objek yang ditetapkan sebagai benda cagar budaya ini merupakan koleksi unggulan dari masing-masing museum yang memiliki nilai penting dari segi kesejarahan dan kesenian serta memenuhi kriteria sebagai Benda Cagar Budaya,” ujar Iwan di Kuningan Timur, Jakarta Selatan seperti dikutip dari Siaran Pers PPID DKI Jakarta, Rabu (27/4).
Disbud DKI Kembali Tetapkan Empat Bangunan Sejarah di Jakarta Sebagai Bangunan Cagar BudayaLebih lanjut, Iwan mengatakan, keenam objek Benda Cagar Budaya tersebut yaitu Lukisan Bupati Cianjur karya Raden Saleh, Lukisan Pengantin Revolusi karya Hendra Gunawan, Lukisan Prambanan Seko karya S. Sudjojono, Lukisan Dewi karya Agus Djaya, Meriam Si Jagur, dan Mobil Rep-1 yang merupakan kendaraan dinas presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno.
Lukisan Bupati Cianjur karya Raden Saleh Sjarif Boestaman merupakan koleksi Museum Seni Rupa dan Keramik ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya melalui Kepgub No. 334 Tahun 2022.
Dilukis di atas kanvas menggunakan media cat minyak, lukisan bergaya realisme romantis Eropa ini merupakan bagian dari khasanah pertama aliran realisme dalam perkembangan seni lukis modern.
Pada lukisan ini, tergambar potret Raden Aria Kusumahningrat sebagai Bupati Cianjur ke-9 saat menjabat pada tahun 1834-1862 ini dibuat pada tahun 1852.
Sedangkan Lukisan Pengantin Revolusi karya Hendra Gunawan yang dilukis pada tahun 1955, ditetapkan melalui Kepgub No. 333 Tahun 2022. Lukisan tersebut merupakan salah satu karya terbaik Hendra Gunawan yang mengangkat tema revolusi.
Hendra Gunawan membuat lukisan ini setelah terinspirasi dari rekaman peristiwa pernikahan di suatu tempat di Karawang, Jawa Barat yang tidak biasa.
Alih-alih memakai baju pengantin, pengantin pria mengenakan jaket tentara dan mendorong sepeda yang dinaiki pengantin perempuan, diikuti arak-arakan sekelompok orang dan pemain tanjidor.
Lukisan beraliran realisme ini merekam kehidupan sosial dan tradisi yang berkembang di masyarakat pada masa perang revolusi kemerdekaan 1945-1949.
Selain itu, koleksi lukisan Museum Seni Rupa dan Keramik lainnya juga resmi ditetapkan sebagai benda cagar budaya. Koleksi lukisan yang ditetapkan adalah Lukisan Dewi karya Agus Djaya, sebagai Benda Cagar Budaya melalui Kepgub No. 366 Tahun 2022.
Lukisan yang dibuat pada tahun 1962 ini mewakili gaya seni lukis modern Indonesia tahun 1960-an yang mengungkapkan tradisi mitologi Jawa. Lukisan Dewi mengekspresikan sosok Nyi Roro Kidul sang ratu penguasa pantai selatan dengan aliran impresionisme.
Koleksi lukisan lainnya adalah Lukisan Prambanan/Seko karya S. Sudjojono yang ditetapkan melalui Kepgub No. 367 Tahun 2022. Lukisan beraliran realisme pada masanya yang dibuat pada tahun 1949 ini merekam suasana usai agresi militer kedua.
Dalam Lukisan Prambanan terdapat beberapa baris tulisan tangan penulis di antaranya berbunyi, "Toko-toko tjina terpaksa kita bakar, apa boleh buat, untuk kemenangan, Prambanan, yang pertema menjeberang djalan".
Kepala Unit Pengelola Museum Seni, Sri Kusumawati, menyampaikan kebahagiaannya atas penetapan 4 (empat) koleksi lukisan milik Museum Seni Rupa dan Keramik.
Sri berharap, ke depannya, akan ada lebih banyak lagi koleksi UP Museum lainnya yang ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya guna meningkatkan upaya pelestarian terhadap koleksi-koleksi museum.
“Kami berharap koleksi-koleksi ini selanjutnya akan dapat ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya Nasional, dan ada lebih banyak lagi koleksi UP Museum Seni lainnya yang ditetapkan baik sebagai Benda Cagar Budaya Daerah dan Benda Cagar Budaya Nasional," imbuh Sri.
Sementara itu, Esti Utami selaku Kepala UP Museum Kesejarahan Jakarta, turut menyampaikan harapannya atas penetapan Meriam si Jagur dan Mobil REP 1 sebagai Benda Cagar Budaya agar dapat meningkatkan upaya pelestarian terhadap koleksi-koleksi museum.
“Penetapan status Cagar Budaya ini tentu akan semakin memacu kami untuk meningkatkan upaya pelestarian, perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan terhadap koleksi museum," ujar Esti.
Perlu diketahui, Pemprov DKI Jakarta juga menetapkan Meriam Si Jagur, dari koleksi Museum Sejarah Jakarta yang terletak di Taman Fatahillah sebagai benda cagar budaya melalui Kepgub No. 351 Tahun 2022.
Meriam yang dibuat tahun 1625 ini memperoleh rekomendasi dari Tim Ahli Cagar Budaya sesuai Berita Acara Rekomendasi Nomor 171/TACB/Tap/Jakbar/XI/2021 pada 10 November 2021.
Dahulu, meriam ini digunakan sebagai senjata oleh Portugis dan Belanda. Memiliki banyak hiasan khas, utamanya berbentuk kepalan tangan dengan posisi ibu jari yang diapit oleh jari telunjuk dan jari tengah di bagian pangkal meriam.
Posisi tangan yang dikenal sebagai Mano In Fica ini memiliki arti sebagai simbol untuk menangkal kejahatan. Selain itu, pada bagian pergelangan tangan juga terdapat hiasan berupa gelang mutiara dan di bagian penutup pangkal meriam terdapat ukiran tulisan dari bahasa Latin yang berbunyi eX me Ipsa renata sVm yang berarti dari diriku sendiri aku dilahirkan kembali.
Ada juga Mobil Rep-1 yang merupakan koleksi dari Museum Joang ’45 resmi ditetapkan sebagai benda cagar budaya melalui Kepgub No. 365 Tahun 2022. Mobil yang diproduksi pada tahun 1939 dan memiliki gaya mobil Amerika tahun 1930-an ini memiliki arti khusus bagi sejarah Indonesia.
Mobil ini pernah digunakan oleh Soekarno sebagai kendaraan dinas pertamanya ketika menjabat sebagai Presiden.
Setelah tidak lagi digunakan oleh Bung Karno, mobil ini disimpan di garasi istana dan pada tahun 1979 diserahkan kepada Dewan Harian Nasional oleh pihak istana dan pihak keluarga Bung Karno untuk kemudian diabadikan di Museum Joang ’45 sebagai koleksi.