Wujud Komitmen Nol Emisi Karbon, Pemprov DKI Resmikan Empat Sekolah Berkonsep Green Building
Pemprov DKI Jakarta berkomitmen untuk mendukung berbagai langkah dalam mewujudkan kegiatan beremisi rendah di setiap sudut kota sebagai upaya menjaga keberlanjutan Jakarta.
Kita ingin gedung-gedung sekolah menjadi inspirasi
Mulai dari sistem transportasi terintegrasi, membangun infrastruktur yang berorientasi transit, menerapkan kawasan emisi rendah di Kota Tua, uji emisi bagi kendaraan pribadi, hingga menggunakan konsep green building dalam pembangunan sebuah gedung.
Semangat tersebut juga diwujudkan Pemprov DKI Jakarta melalui peresmian empat Sekolah Net Zero Carbon dan green building sebagai pilot project, yakni SDN Duren Sawit 14, Jakarta Timur; SDN Grogol Selatan 09, Jakarta Selatan; SDN Ragunan 08 Pagi, 09 Pagi, 11 Petang, Jakarta Selatan; dan SMAN 96 Jakarta, Jakarta Barat.
Resmikan Kampung Susun Kunir, Gubernur Anies: Inilah Hunian yang Mempertimbangkan Aspek KemanusiaanBangunan dengan konsep Net Zero Carbon ini adalah bangunan yang hemat energi saat beroperasi dan sebagian besar kebutuhan energinya dipasok dari sumber energi terbarukan. Sehingga, secara emisi karbon yang dihasilkan sangat minim.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan meresmikan Sekolah Net Zero Carbon ini sekaligus menyerahkan Sertifikat Greenship Net Zero Healthy dari Green Building Council (GBC) Indonesia kepada empat sekolah tersebut di SDN Ragunan 08, Jakarta Selatan, pada Rabu (28/9).
“Hari ini kita turut menjadi saksi peristiwa bersejarah bahwa hari ini kita di Jakarta resmi menjadi tempat pertama sekolah negeri yang mengusung konsep green building dan net zero emissions,” ucap Gubernur Anies dalam sambutannya seperti dikutip dari Siaran Pers PPID DKI Jakarta, Rabu (28/9).
Gubernur Anies menyampaikan dalam sambutannya bahwa bangunan sekolah merupakan bangunan yang paling banyak dimiliki oleh pemerintah. Sedangkan, berbicara tentang emisi karbon global, bangunan berkontribusi sebesar 39% emisi karbon global dan mengkonsumsi 36% dari total energi global.
“Jadi, bangunan itu adalah kontributor terbesar. Kita seringkali kalau melihat dekarbonisasi yang dipandang adalah kendaraan bermotor saja, tidak, sesungguhnya bangunan itu menyedot energi 36% kontribusi kepada emisi karbon global 39%,” paparnya.
“Bila kita tidak mengkoreksi bangunan-bangunan, terutama di perkotaan, maka kualitas udara di tempat ini akan selalu menghadapi masalah. Karena itu, mengapa kita harus menuju pada green building dan kita mulai dari sekolah-sekolah kita,” lanjutnya.
Lebih dari itu, Gubernur Anies menegaskan bahwa sebuah bangunan yang diberi label sekolah merupakan tempat interaksi peserta didik, pendidik dan juga orang tua. Apabila bangunan sekolah ini dirancang dengan benar, maka akan membuat proses pembelajaran itu berjalan dengan jauh lebih baik dan menyenangkan.
Lebih lanjut, Gubernur Anies juga berharap bangunan sekolah berkonsep green building ini akan menjadi media edukasi langsung untuk anak-anak, di mana mereka akan memiliki gambaran terkait bagaimana bangunan yang ramah lingkungan, sehingga ini akan sesuai dengan semangat Jakarta untuk menjadi kota global yang masyarakatnya peduli dengan berbagai isu global.
“Kita ingin gedung-gedung sekolah menjadi inspirasi
dan merangsang untuk berfikir, serta berimajinasi. Dia akan belajar dari bangunan ini, seperti electrical engineering, lalu solar panel, di situ ada fisika murni, ada fisika terapan. Jadi, materi yang ada di bangunan ini mendadak menjadi alat ajar untuk para guru,” terangnya.“Jakarta itu harus setara dengan kota-kota global di dunia lainnya dan itu artinya sekolah-sekolah kita harus bisa mendidik anak-anak untuk bisa berkompetisi dengan hasil-hasil pendidikan sekolah kota-kota global lainnya,” tambahnya.
Ke depan, rehabilitasi bangunan sekolah negeri di Jakarta secara keseluruhan mengarah ke konsep green building. Mulai dari transisi energi dengan solar panel, penggunaan lampu hemat energi, hingga pengelolaan air limbah.
“Kita berharap, pembangunan Sekolah Net Zero Carbon ini juga dapat mendorong Jakarta mencapai target net zero emission atau nol emisi karbon pada tahun 2050. Kita sedang berupaya menjadikan kota ini sebagai kota yang berkelanjutan di masa depan,” tandasnya.
Untuk diketahui, Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dengan GBC Indonesia dalam penerapan Sekolah Net Zero Carbon ini. GBC Indonesia membantu melakukan simulasi dan analisis terkait desain pasif, terutama simulasi untuk pola aliran udara pada tapak, radiasi matahari pada selubung bangunan, serta simulasi pencahayaan untuk mengetahui apakah performa bangunan sudah baik dan dapat mengurangi penggunaan energi.
Simulasi aliran udara dapat membantu memprediksi arah dan kecepatan datangnya angin secara umum sehingga para perancang dapat menentukan posisi bukaan untuk memaksimalkan ventilasi alami.
Simulasi radiasi matahari pada selubung bangunan membantu mengidentifikasi selubung bangunan yang terkena paparan panas matahari yang dapat mempengaruhi suhu dalam ruangan sehingga penggunaan AC dapat diminimalisir.
Selain itu, pencahayaan alami merupakan hal yang sangat penting di sekolah karena mempengaruhi performa belajar anak. Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi dalam penerangan atau lampu, cahaya matahari alami harus dimanfaatkan dengan tetap memperhatikan kenyamanan termal dalam ruang.
Pada prinsipnya, persyaratan dan ketentuan bangunan dengan kriteria Net Zero Carbon adalah dengan mengoptimalkan desain bangunan agar sedemikian rupa dapat menurunkan kebutuhan konsumsi energi per tahun (IKE=Indeks Konsumsi Energi) serendah mungkin, sehingga memungkinkan pasokan energinya dapat bertumpu sepenuhnya pada sistem energi terbarukan (renewable energy).
Sistem energi terbarukan tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan konsumsi energi bangunan (IKE) yang sudah sangat diminimalkan dibandingkan dengan IKE yang diperlukan oleh praktik bangunan konvensional.
Selain urgensi untuk menuju bangunan rendah emisi, kebutuhan untuk menuju bangunan sehat di tengah kondisi pandemi COVID-19 menjadi sebuah keharusan.
Pasalnya, berdasarkan hasil survei, manusia cenderung menghabiskan lebih dari 90% waktunya di dalam ruangan. Dengan demikian, perlu menjadi perhatian bagaimana kualitas udara di dalam ruangan, di mana penghuni melakukan aktivitas.
Upaya preventif dan migitasi perlu dioptimalkan dan dapat dicermati dari kilas balik proses penyebaran COVID-19 selama ini. Berdasarkan kasus-kasus yang telah terjadi, protokol kesehatan sangat penting sebagai bentuk kontrol terhadap sumber penyebaran virus (source control), namun hanya mengatur aktivitas manusia dan meminimalisir interaksi antarmanusia.
Munculnya kluster-kluster pandemi di indoor mengkonfirmasi perlunya upaya pencegahan selain pada protokol kesehatan, yaitu perubahan dari bangunan dan lingkungan di mana manusia beraktivitas agar menjadi tempat yang aman dan sehat.