Ahok Minta Sopir Transjakarta Digaji 3,5 Kali UMP
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyayangkan aksi mogok kerja ratusan sopir bus Transjakarta di dua koridor yang dioperatori PT Jakarta Mega Trans (JMT). Agar pelayanan masyarakat tidak terganggu karena persoalan gaji, semua operator diminta membayar gaji sopir hingga 3,5 Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI. Saat ini untuk UMP DKI sendiri sudah mencapai Rp 2,7 juta.
Makanya sekarang kontrak yang baru atau kontrak yang lama? Kontrak yang baru sudah kita paksa 2,5 sampai 3,5 UMP
Basuki membenarkan jika masih ada dua koridor bus Transjakarta yang gajinya rendah. Hal itu disebabkan kontrak kerja dengan PT Transjakarta masih belum berakhir dan belum diperbarui kembali. Akibatnya nilai gaji yang dibayarkan tidak berubah meskipun UMP DKI telah meningkat. Ke depan, semua operator kontraknya akan diperbarui dengan nilai gaji sopir hingga 2,5 sampai 3,5 kali UMP DKI.
Tuntut Kenaikan Gaji, Sopir Transjakarta Mogok
"Makanya sekarang kontrak yang baru atau kontrak yang lama? Kontrak yang baru sudah kita paksa 2,5 sampai 3,5 UMP. Ada kalau tidak salah, satu atau dua koridor yang masih terikat kontrak yang lama, busnya terlalu tua," kata Basuki, di Balaikota DKI Jakarta, Senin (1/6).
Menurut Ahok, operasional bus Transjakarta selama 10 tahun ini ada kesalahan. Sebab, jumlah bus yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan penumpang. Sehingga seringkali terjadi penumpukan penumpang di halte-halte. "Itu karena selama 10 tahun punya kesalahan, busnya tidak cukup, beli busnya yang jelek terus. Jadinya tidak mencapai target," ujarnya.
Dikatakan mantan Bupati Belitung Timur itu, bahwa PT Transjakarta tengah membeli bus dengan kualitas yang baik. Diperkirakan pada akhir Juni mendatang, puluhan bus tiba di ibu kota dan bisa digunakan.
"Mau nggak mau harus sabar, Juni kita mulai datang bus," ucapnya.
Seperti diketahui, ratusan sopir bus Transjakarta koridor 5 dan 7 dari operator PT Jakarta Mega Trans (JMT) menggelar aksi mogor kerja, Senin (1/6). Aksi mogok di pool PT JMT, Kampung Rambutan, Jakarta Timur, itu untuk menuntut kenaikan gaji dari Rp 2,6 juta per bulan menjadi Rp 3,8 juta per bulan.