Ide Awal PRJ untuk Ruang Industri Rakyat
Pekan Raya Jakarta (PRJ) atau Jakarta Fair merupakan pameran tahunan terbesar di Indonesia yang berlangsung selama satu bulan. PRJ pertama kali diadakan pada tahun 1968, hingga saat ini penyelenggaraannya tidak pernah terputus. PRJ digelar pertama kali di kawasan Monumen Nasional (Monas) tanggal 5 Juni hingga 20 Juli 1968 dan dibuka oleh Presiden Soeharto. PRJ pertama ini disebut DF yang merupakan singkatan dari Djakarta Fair (ejaan lama) dan lambat laun ejaan tersebut berubah menjadi Jakarta Fair yang kemudian lebih popular dengan sebutan Pekan Raya Jakarta.
Berlatar belakang sejarah itu, maka PRJ yang diadakan di Kemayoran sangat bertolak belakang. Wajah yang tampil adalah wajah asing dan industrial besar, bahkan makanannya pun asing, ada sih kerak telor tapi itu juga di pinggir selokan
Ide atau gagasan Djakarta Fair pertama kali dikemukakan oleh Syamsudin Mangan yang saat itu menjabat sebagai ketua Kadin (Kamar dagang dan industri). Syamsudin mengusulkan suatu ajang atau pameran untuk meningkatkan pemasaran produksi dalam negeri yang sedang mulai bangkit saat itu. Gubernur DKI Jakarta yang dijabat Ali Sadikin atau yang akrab di panggil Bang Ali pada tahun 1967 menyambut baik gagasan tersebut.
Sejarawan Betawi, JJ Rizal, mengatakan, pada saat Bang Ali memimpin Jakarta, dibuatlah Djakarta Fair yang mempunyai konsep untuk memberikan ruang bagi industri rakyat, agar keberhasilan mereka dirayakan, serta mendapatkan promosi, tetapi hal tersebut semakin tahun, semakin jauh dari dari konsep dari industri rakyat.
Pengunjung PRJ Monas Keluhkan Tarif Parkir"Berlatar belakang sejarah itu, maka PRJ yang diadakan di Kemayoran sangat bertolak belakang. Wajah yang tampil adalah wajah asing dan industrial besar, bahkan makanannya pun asing, ada sih kerak telor tapi itu juga di pinggir selokan," kata JJ Rizal kepada beritajakarta.com, Minggu (15/6).
Dikatakan Bang Rizal, sapaan akrabnya, meskipun jauh dari konsep awal yakni memberikan ruang kepada industri rakyat, hal tersebut tidak mengurangi antusias warga Jakarta untuk datang ke PRJ Kemayoran. Salah satunya lantaran masyarakat Indonesia dikenal cukup konsumtif.
"Antusias pengunjung saya rasa terus meningkat, ini dikarenakan masyarakat Jakarta yang cukup konsumtif, budaya gila belan
ja, bahkan sudah tersohor ke mancanegara," tuturnya.Sementara itu Kepada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, Arie Budhiman, mengatakan, hiburan yang ada di PRJ tidak ada yang berubah, karena tujuannya sendiri adalah menghibur. Menurutnya hiburan yang ada sejak dulu semuanya mengikuti perkembangan zaman.
"Tetapi sejauh pengetahuan saya ya sama, semua varian hiburan yakni menghibur rakyat sesuai dengan zamannya," kata Arie.
Sedangkan antusias warga Jakarta, menurut Arie tidak ada perubahan, masyarakat tetap antusias untuk datang ke Jakarta Fair, karena mereka tidak hanya bisa menikmati liburan, tetapi juga bisa melihat berbagai macam aneka produk dan kuliner.
"Yang berbeda hanya zamannya, produknya semakin berbeda, begitu pun hiburannya semakin dinamis atau berkembang," tandasnya.