Ahok: Koruptor Harusnya Dimiskinkan
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengusulkan pejabat yang terbukti melakukan korupsi agar dimiskinkan. Hukuman memiskinkan ini lebih efektif ketimbang memberlakukan hukuman mati.
Saya bilang lebih baik pemiskinan saja. Terus nggak dapat grasi dari presiden dan tidak ada pemotongan tahanan
Menurut Ahok, hukuman mati tidak akan memberikan efek jera. Selain itu, pejabat bersangkutan masih bisa menyewa pengacara handal untuk membebaskan dari segala tuntutan.
"Namanya wacana apa juga boleh. Kalau wacana saya lebih baik miskinkan semua keluarganya yang ketahuan duitnya dari si koruptor. Baru orang takut. Orang mah gak takut mati," kata Ahok di Balaikota, Kamis (6/8).
Djarot: Pejabat Publik Wajib Serahkan LHKPNAhok memberikan contoh penerapan hukuman mati terhadap pengedar narkoba yang sejauh ini kurang berhasil. Karena pengedar masih tetap banyak dan terbebas dari jerat hukum lantaran menyewa pengacara handal.
"Kenapa orang berani ngantar narkoba. Padahal hukumannya mati. Karena kekayaannya gede. Kalau nggak ketangkap terus pakai pengacara yang hebat. Bisa ke PTUN lagi, digagalin lagi," ujar Ahok.
Atas dasar itulah Ahok kemudian mengusulkan agar koruptor untuk dimiskinkan. Selain itu, grasi dan pemotongan masa tahanan juga diusulkan untuk tidak diberikan kepada koruptor.
"Saya bilang lebih baik pemiskinan saja. Terus nggak dapat grasi dari presiden dan tidak ada pemotongan tahanan," tegas Ahok.
Selain itu, untuk menghindari mendapatkan remisi terus menerus, koruptor juga tidak diperbolehkan pindah-pindah penjara. "Terus nggak boleh pindah-pindah penjara. Karena tiap kali pindah penjara modusnya tuh pindah satu dapat remisi. Pindah lagi remisi. Pindah lagi cari yang sejuk, yang gede. Keluar masih kaya raya," paparnya.
Hukuman mati bagi koruptor memang dimungkinkan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor. Akan tetapi, dalam pasal itu diatur bahwa hukuman mati bagi koruptor hanya bisa dijatuhkan apabila seseorang melakukan korupsi pada saat negara dalam keadaan bahaya, bencana nasional, krisis ekonomi, dan moneter, atau jika korupsi dilakukan berulang.