Aturan Penyampaian Pendapat di Ruang Terbuka Diperlukan
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Provinsi DKI Jakarta, Ratiyono menilai, keberadaan pergub untuk mengatur pelaksanaan penyampaian pendapat di ruang terbuka masih dibutuhkan. Terlebih, dalam praktiknya, pemerintah daerah perlu mengatur agar unjuk rasa yang digelar tidak sampai mengganggu perekonomian maupun kepentingan masyarakat luas.
Minggu ini kita akan mengetes dampak kebisingan 60 desibel. Nanti ada alat yang kita datangkan untuk mengujinya
"Kalau pemerintah membiarkan berarti tidak ada tanggungjawab," ujar Ratiyono, Kepala Bakesbangpol DKI Jakarta, Rabu (11/11).
Dikatakan Ratiyono, mengenai aturan kebisingan, sebetulnya telah ditegaskan dalam Keputusan Gubernur No 551 Tahun 2001 tentang Penetapan Baku Mutu Tingkat Keibisingan di DKI Jakarta. Oleh karena itu, menurutnya, tidak ada alasan untuk mempermasalahkan kebisingan 60 desibel.
Fasilitasi Demonstran, DKI Revisi Pergub Unjuk RasaSementara itu, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Selasa (10/11), Pemprov dan DPRD DKI sepakat untuk melakukan kajian terkait revisi Pergub No 228 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Unjuk Rasa. Revisi tersebut tertuang dalam Pergub No 232 Tahun 2015.
Sekretaris Komisi A DPRD DKI, Syarif mengatakan, pihaknya berharap Pemprov DKI mau menarik pergub yang mengatur tentang pelaksanaan unjuk rasa di Ibukota sehingga tidak menimbulkan perdebatan yang menguras energi.
"Sebab kalau harus melalui Mahkamah Agung kan prosesnya panjang, sehingga menghabiskan energi," kata Syarif.
Dikatakan Syarif, saat digelar RDP kemarin, elemen masyarakat yang hadir menyoroti soal pasal yang mengatur tingkat kebisingan hingga 60 desibel. Sebab, menurut peserta rapat yang hadir, volume 60 desibel hanya dapat didengar dalam radius sekitar 20 meter.
"Minggu ini kita akan mengetes dampak kebisingan 60 desibel. Nanti ada alat yang kita datangkan untuk mengujinya," tandas Syarif.