Anggota Laskar Samtama Kunjungi TPST Bantar Gebang
Ratusan anggota Laskar Samtama (Sampah Tanggung Jawab Bersama) berkunjung ke Tempat Penampungan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Sabtu (31/8).
Laskar Samtama merupakan agen perubahan untuk merubah perilaku warga dalam mengelola sampah secara mandiri,
Kunjungan Laskar Samtama ini untuk melihat kondisi secara langsung sekaligus edukasi seputar pengelolaan sampah oleh Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.
Anies Ingin Sampah di TPST Bantar Gebang Berikan ManfaatBeritajakarta.id berkesempatan ikut serta dalam perjalanan Laskar Samtama dari halaman Balai Kota DKI menuju TPST Bantar Gebang dengan menggunakan armada bus Transjakarta.
Setibanya di TPST Bantar Gebang, Laskar Samtama mengunjungi sejumlah zona di dalam areal pengelolaan sampah yakni Zona III, tempat penampungan sampah yang masih aktif kegiatan aktivitas pemilahan, Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), Pengelolaan air limbah, power house atau pembangkit listrik dari gas, komposting, dan zona I yang merupakan penampungan sampah yang telah ditutup dengan ketinggian sekitar 35 - 40 meter.
Kepala Unit Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Asep Kuswanto mengatakan, volume sampah yang masuk dari lima kotamadya meningkat setiap tahun.
"Volume sampah yang masuk selama 2018 sekitar 7.462 ton per hari. Saat ini sudah mencapai sekitar 7.600 ton setiap hari diangkut dengan 1.200 lebih armada truk," ujar Asep, Sabtu (31/8).
Untuk itu, lanjut Asep, warga Ibukota diharapkan mulai gencar melakukan kegiatan pengurangan sampah dengan aktivitas 3R (reduce, reuse dan recycle) sehingga volume sampah yang dibuang ke TPST Bantar Gebang berkurang drastis.
"Laskar Samtama merupakan agen perubahan untuk merubah perilaku warga dalam mengelola sampah secara mandiri," tuturnya.
Sementara Farid, mahasiswa semester VII STT PLN yang menjadi anggota Laskar Samtama, memaparkan konsep pengolahan sampah mandiri yang akan dimulai di lingkungan kantin kampus.
Ia menjadi pelopor untuk mengajak mahasiswa lainnya memilah sampah organik dan anorganik untuk dijual kembali serta diolah menjadi kompos.
"Saya akan berjuang agar kampus juga menyediakan wadah pemilahan sehingga tidak ada alasan mahasiswa untuk tidak memilah sebelum dibuang," katanya.
Pendapat senada diutarakan Siti Husaima, anggota Laskar Semtama yang berprofesi sebagai guru sejarah di SMK Malaka, Jakarta Timur.
Dia mengungkapkan, tantangan perubahan yang mulai diterapkan di sekolah yakni meminta siswa membawa botol dan tempat makan sendiri. Sekitar 30 persen dari 100 siswa di SMK Malaka,
membawa makanan dan botol minum dari rumah, selebihnya membeli botol minum kemasan."Tantangan ini mendapat dukungan dari kepala sekolah dalam rangka mengurangi volume sampah," tandasnya.