Pemprov DKI Ajak Warga Kurangi Penggunaan Plastik
Penggunaan plastik di ibu kota masih cukup besar. Padahal, bahan plastik sangat membahayakan lingkungan hidup, karena sifatnya yang sulit terurai. Tercatat dari total volume sampah 6.500 ton per hari, sebanyak 15 persennya adalah sampah plastik yang sebagiannya terangkut dari 13 sungai yang ada di ibu kota. Untuk menguranginya, Pemprov DKI Jakarta bersama dengan komunitas peduli lingkungan mengajak masyarakat untuk diet kantong plastik sejak dini.
Jakarta bisa masuk dalam darurat kantong sampah plastik. Setiap hari ada 6. 700 ton sampah, dari jumlah itu 15 persen sampah plastik
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidajat mengatakan, jika tidak dilakukan pembatasan penggunaan kantong plastik sejak dini, akan terjadi darurat sampah plastik. Sebab, sampah plastik baru bisa terurai hingga ratusan tahun.
"Jakarta bisa masuk dalam darurat kantong sampah plastik. Setiap hari ada 6.700 ton sampah, dari jumlah itu 15 persen sampah plastik," kata Djarot, saat Workshop Jakarta Unplastic Day 2015, di Pasific Place, Jakarta Selatan, Selasa (12/5).
Sampah Berserakan di Kota TuaDia mencatat sebanyak 356,08 ton sampah plastik terangkut dari 13 sungai yang mengalir di Jakarta. Paling banyak menyumbang sampah plastik adalah Sungai Ciliwung sebanyak 132 ton. Kemudian Sungai Krukut sebanyak 44 ton, Sungai Pesanggrahan 24 ton, dan Sungai Cipinang 33 ton.
"Itu semua sampah plastik yang tersangkut di pintu-pintu air. Sampah plastik itu berasal dari Jakarta dan sebagian dari daerah sekitarnya, yang dibuang ke sungai. Sering lihat pintu air, ketutup semua sama sampah plastik. Setiap hari sungai kita menampung 356,08 ton sampah plastik," ujarnya.
Menurutnya, bahan kimia yang ada di plastik membahayakan biota air, baik yang ada di air tawar maupun air laut. Sehingga penggunaan kantong plastik harus dikurangi dan beralih menggunakan tas yang bisa digunakan berulang kali.
Diakui Djarot, penggunaan kantong plastik terbesar saat ini bukan berada di pasar swalayan, melainkan di pasar tradisional. Sehingga harus dilakukan edukasi baik kepada pedagang maupun pembeli mengenai bahaya kantong plastik.
"Kita lihat produsen terbesar sampah plastik bukan di mal, tapi di pasar tradisional, toko kelontong, PKL, dan warung kecil. Yang perlu dirubah budayanya," ucapnya.
Djarot menambahkan, Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta saat ini sedang mengembangkan kantong plastik yang terbuat dari singkong tapioka dengan zat adiktif. Sehingga sampah plastik yang dihasilkan mudah terurai. Jika sudah diproduksi banyak maka akan disosialisasikan kepada masyarakat untuk menggunakannya.
"Kami pemerintah bukan hanya mengimbau, tapi memberikan pencerahan dan terapkan sanksi tegas. Terutama pada mereka yang kelas menengah. Kami sedang mengembangkan plastik dengan zat adiktif, pakai singkong tapioka, bisa hancur dan tidak mencemari bumi kita. Kita berikan gratis dulu kepada mereka, tapi jumlah terbatas. Suatu ketika mereka minta lebih harus bayar, ini konsisten dilakukan," tegasnya.