Pemprov DKI Batal Ubah Mekanisme Pemilihan RT/RW
Rencana Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama mengubah mekanisme pemilihan RT/RW dengan cara penunjukan langsung melalui walikota, dipastikan batal. Pasalnya, kebijakan itu tidak sejalan dengan Peraturan Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 5 tahun 2007 tentang Penataan Lembaga Kemasyarakatan. Sebaliknya, Pemprov DKI tengah berupaya memperbaiki sistem organisasi ketua RT/RW di Jakarta dengan Peraturan Gubernur (Pergub).
Harusnya pada tahun 2007 itu, SK No 36 tahun 2001 ini sudah diganti. Karena kan peraturannya (Permendagri-red) tahun 2007, sementara kita masih pakai SK tahun 2001
Kepala Bagian Bina Pemerintahan Biro Tata Pemerintahan Provinsi DKI, Premi Lasari mengatakan, sampai saat ini pihaknya tengah menggodok Peraturan Gubernur (Pergub) tentang pedoman organisasi RT/RW di ibu kota. Pergub itu dibuat untuk merevisi Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI tahun 2001 yang mengatur organisasi RT/RW.
"Sekarang ini dasar hukum kita masih SK Nomor 36 tahun 2001, sementara dasar hukum tingkatan atasnya Permendagri Nomor 5 tahun 2007, jadi sudah tidak relevan. Makanya kita sedang menyusun draft Pergub RT/RW, bukan SK lagi," katanya, Senin (27/10).
Jokowi Yakin Ahok Tahu Prioritas Kerja untuk Ibu KotaPremi mengatakan, SK nomor 36 tahun 2001 yang akan diganti dengaan Pergub harus direvisi karena sudah tidak sesuai dengan "napas" dari Permendagri Nomor 5 tahun 2007. SK yang mengatur pedoman organisasi RT/RW di lingkup pemerintahan DKI Jakarta itu juga memiliki banyak kelemahan. "Harusnya pada tahun 2007 itu, SK No 36 tahun 2001 ini sudah diganti. Karena kan peraturannya (Permendagri-red) tahun 2007, sementara kita masih pakai SK tahun 2001," jelasnya.
Ia menjelaskan, kelemahan di SK No 36 tahun 2001 di antaranya tidak adanya campur tangan dari unsur pemerintah dalam pengawasan dan juga pembinaan organisasi RT/RW di ibu kota. Termasuk ketentuan dan persyaratan menjadi ketua RT/RW serta pengawasan terhadap uang operasional atau intensif RT/RW setiap bulan. "Di Pergub yang mau kita buat ini, syaratnya nanti kita tambahkan bahwa Ketua RT/RW harus memiliki integritas, berdomisili di tempat itu. Ketua panitia pemilihan RT/RW nanti, tetap ada dari warga dan unsur pemerintah, tapi mereka tidak bisa memberikan hak suara," jelasnya.
Premi menegaskan, di dalam Pergub yang tengah digodok pihaknya, mekanisme pemilihan RT/RW tetap dilakukan dengan cara pemilihan sesuai dasar hukum atau aturan tertinggi dari Permendagri. Sehingga, mekanisme pemilihan Ketua RT/RW tidak dilakukan dengan penunjukan langsung melalui Walikota. "Jadi tidak penunjukan langsung dari Walikota. Karena kan visi dari Pergub ini tetap mengacu pada Permendagri No 5 tahun 2007. Intinya dalam Pergub nanti seperti itu, tidak penunjukan langsung oleh walikota," ungkapnya.
Ia menargetkan, Pergub DKI tentang pedoman organisasi RT/RW ini dapat dirampungkan Januari 2015 mendatang. Setelah itu, Pergub pengganti SK No 36 tahun 2001 tersebut selanjutnya akan disosialisasikan ke masyarakat. "Begitu Pergub ini jadi dan dilempar ke masyarakat, kita akan melakukan kajian dengan pihak ketiga (konsultan-red) untuk menguji apakah Pergub ini efektif dan efesien," terangnya.
Premi berharap, setelah dikeluarkannya Pergub ini, penataan, pengawasan dan pembinaan organisasi RT/RW di ibu kota dapat menjadi lebih baik. Mengingat, biaya operasional atau intensif ketua RT/RW selama ini ditanggung dari APBD DKI sejak 2008 silam. "Dana operasional baru diberikan tahun 2008 waktu zamannya Gubernur Pak Sutiyoso, harusnya saat itu SK No 36 tahun 2001 sudah direvisi," ujarnya.
Ia membeberkan, beban Pemerintah Provinsi DKI dalam mensubsidi biaya operasional Ketua RT/RW di Jakarta, terhitung tidak sedikit. Alokasi anggaran operasional bagi Ketua RT sebesar Rp 975 ribu per bulan. Sedangkan Ketua RW Rp 1,2 juta per bulan. "Coba saja dihitung, jumlah ketua RT di DKI ada 30.246 orang, dan k
etua RW ada 2.709 orang. Dalam setahun, Pemprov DKI mengucurkan Rp 340 miliar untuk menggaji para ketua RT dan RW," tukasnya.